Bhayangkara FC, Dari Konflik hingga 'Kawin' dengan Polisi
Persebaya Surabaya merupakan salah satu klub tertua dan memiliki sejarah panjang dalam perjalanan sepakbola di Indonesia. Namun, siapa sangka klub yang identik dengan warna hijau itu dalam satu dekade ini memiliki permasalahan dualisme yang membuat mereka sempat luntang-lantung.
Kisah ini sendiri bermula saat Persebaya Surabaya tengah berjuang untuk lolos dari zona degradasi ke Divisi Utama pada 2010 lalu. Dalam laga terakhir Liga Super Indonesia 2009/10, Persebaya hanya butuh hasil imbang saat menghadapi Persik Kediri.
Namun, laga tersebut sempat tertunda hingga tiga kali dengan alasan keamanan dari pihak kepolisian. Berdasarkan aturan, kegagalan menggelar laga kandang berimplikasi pada sanksi terhadap tuan rumah. Sesuai regulasi, Persebaya mestinya dinyatakan menang WO dengan skor 3-0. Akan tetapi hal itu tidak terjadi, malahan berujung pada kemarahan pihak Persebaya.
Setelah melalui proses panjang, akhirnya laga dipilih berlangsung di Palembang. Namun, pihak Persebaya melalui manajernya saat itu, Gede Widiade menolak untuk hadir lantaran merasa dizalimi. Alhasil, Persik Kediri dinyatakan menang WO dan Persebaya terdegradasi ke Divisi Utama.
Kejadian itu pun menumbuhkan kekecewaan dari kubu Persebaya kepada PSSI. Buntutnya, ketika Arifin Panigoro membentuk Liga Primer Indonesia, yang merupakan tandingan Liga Super Indonesia, Persebaya ikut ambil bagian.
Kisruh itu juga merambat hingga internal Persebaya, yang menjadi terbelah dua. Ada Persebaya versi pimpinan Wisnu Wardhana dan ada juga Persebaya yang berada dalam naungan PT Persebaya Indonesia.
Persebaya pimpinan Wisnu memilih untuk tetap tampil di Divisi Utama. Sementara Persebaya naungan PT Persebaya, dianjurkan oleh pihak kepolisian untuk mengganti nama, yang akhirnya mereka lakukan dan dikenal dengan nama Persebaya 1927 dan tampil di ajang Liga Primer Indonesia.
Masalah kemudian muncul lagi pada 2013. Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) yang dipimpin La Nyalla Mattalitti membuat kisruh yang menyebabkan Liga Primer Indonesia tidak diakui sebagai kompetisi resmi. Kejadian itu pun membuat Persebaya menjadi tim yang luntang-lantung.
Berbeda dengan Persebaya versi Wisnu yang tetap merumput dan menjadi di bawah naungan PT Mitra Muda Inti Berlian yang tetap merumput hingga pada 2015 kompetisi hingga berubah nama menjadi Surabaya United, klub yang menjadi cikal bakal terbentuknya Bhayangkara FC.