Mundur, Djanur Bukan Sekadar Legenda di Persib Bandung
Djanur mengawali kiprahnya di dunia sepakbola pada usia 15 tahun. Saat itu, Djanur bergabung dengan klub internal Persib.
Barulah pada tahun 1978, Djanur mendapatkan kesempatan untuk naik ke tim utama. Bersama tim utama ini, Djanur kemudian mendapat pengalaman dengan bermain bersama sejumlah nama besar sekelas Herry Kiswanto, Encas Tonif, dan Max Timisela.
Bertubuh kecil, Djanur yang bermain sebagai gelandang serang, acap kali merepotkan barisan pertahanan lawannya di sisi kanan. Namun sayang, Persib harus turun kasta ke Divisi 1 pada akhir musim 1978.
Djanur kemudian melanjutkan kariernya dengan membela Sari Bumi Bandung Raya, yang bermain di kompetisi Galatama. Klub ini kemudian berganti kandang dari Bandung ke Yogyakarta, dan berubah nama menjadi Sari Bumi Raya Yogyakarta.
Pada tahun 1983, Djanur kemudian kembali hijrah ke Mercu Buana Medan. Klub terakhir ini dibelanya hingga tahun 1985.
Setelah 6 tahun melanglang buana, Djanur memutuskan untuk kembali 'membiru'. Pria yang lahir di Majalengka ini kemudian bergabung dengan Persib yang saat itu dilatih oleh Nandar Iskandar.
"Awalnya dari Piala Soeratin usia 17 tahun, saya perlahan menjadi pemain Persib. Hingga, saya sempat hijrah membela Mercu Buana di kompetisi Galatama pada tahun 1980-1985. Kemudian, membela Persib kembali," ujar Djanur.
Bersama Persib, nama Djanur mulai kembali mencuat di panggung sepakbola nasional. Djanur menjadi penyelamat Persib Bandung dengan gol semata wayangnya di final Piala Perserikatan tahun 1986.
Persib pun berhasil menundukkan Perseman Manokwari pada laga yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno tersebut. Djanur pula yang membawa Persib kembali menjadi juara pada Piala Perserikatan 1990 saat menundukkan Persebaya Surabaya di partai final.
Usai pensiun sebagai pemain, Djanur pun semakin menguat sebagai salah satu ikon Persib. Hal inilah yang membuat Indra Tohir mempercayakannya sebagai salah satu asisten kala dirinya menjadi pelatih Persib.