Dua kali Tim Nasional (Timnas) Indonesia bermain di Turnamen Aceh World Solidarity Cup (AWSC) 2017 dengan lapangan yang becek dan berlumpur. Masing-masing melawan Brunei Darussalam serta Mongolia pada 2 dan 4 Desember 2017.
Bermain pada malam hari, Timnas terkena imbas dari derasnya hujan yang mengguyur Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh. Akibatnya, tekstur lapangan berubah menjadi becek dan berlumpur.
Ketua Panitia Penyelenggara Pertandingan AWSC, Zaini Yusuf, mengakui bahwa pihaknya mendapat protes dari kesebelasan yang bertanding. Ia pun tidak membantah kondisi lapangan memang tidak ideal karena curah hujan yang cukup tinggi.
"Kondisi lapangan yang kita lihat dalam turnamen ini tidak bisa kita elakkan karena memang cuaca buruk ini bukan hanya melanda Aceh saja tetapi juga melanda seluruh Indonesia," ucap Zaini.
"Tetapi, untuk memindahkan ke tempat lain, secara standar FIFA tidak diperbolehkan. Meskipun di Aceh ada stadion lain seperti Dhimurtala, misalnya, (stadion itu) belum memenuhi standar FIFA. Itu adalah alasan yang paling kuat mengapa pertandingan tetap dilanjutkan di sini," katanya menambahkan.
Pernyataan yang lebih gamblang diutarakan oleh seorang anggota panitia AWSC, Munawardi Ismail. Menurutnya, penggunaan stadion yang jarang membuat perawatan menjadi kurang. Dampaknya, kondisi lapangan tidak terjaga dengan baik.
"Hanya saat event Penas (Pekan Nasional Petani Nelayan Nasional) saja pada awal Mei lalu digunakan. Sisanya, ya, tidak pernah lagi," ucap Munawardi.
"Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola itu yang susah. Sebab, stadion ini 'kan milik Pemerintah Kota Banda Aceh. Kalau pemerintah yang mengelola, ya, paham sendiri, lah, bagaimana. Kami berupaya semaksimal mungkin agar gelaran ini bisa berjalan baik, tetapi di sisi lain hujan yang turun dengan derasnya juga di luar kuasa kami," tutupnya.