Geliat Liga Palestina di Bawah Ancaman Teror Israel
Meski sudah digulirkan sejak 1977, Liga Tepi Barat baru benar-benar dinyatakan profesional saat musim 2010/11. Hal itu tentu saja dikarenakan konflik tak berkesudahan di Timor Tengah yang jadi penyebabnya. Yang menarik kemudian pada musim tersebut, banyak klub dengan materi pemain berkualitas yang berkompetisi di Liga Tepi Barat.
Selain itu, sejumlah klub juga merekrut sejumlah pemain berdarah Arab Yahudi, hal yang sebelumnya sulit untuk terjadi. Format dari Liga Tepi Barat sendiri selama satu musim dengan pertandingan sebanyak 22 kali dan diikuti oleh 12 klub. Liga Tepi Barat sendiri memiliki sistem degradasi, dua klub akan terdegradasi di akhir musim sementara untuk juara grup akan babak kualifikasi AFC Cup.
Sejak bergulir 1977, Liga Tepi Barat ternyata cukup kompetitif. Hal ini bisa dilihat dari perolehan gelar juara di akhir musim. Tidak ada satu pun klub yang mampu meraih gelar lebih dari dua kali di Liga Tepi Barat.
Pada musim lalu, Hilal Al-Quds keluar sebagai juara setelah di akhir musim meraih 46 poin hasil dari 14 kali menang, 4 kali imbang, dan 4 kali kalah. Markaz Tulkarm dan Shabab Yatta jadi klub yang terdegradasi ke West Bank First League.
Untuk musim ini sendiri meski berada di ancaman konflik usai pernyataan Trump, West Bank Premier League musim 2017/18 tetap bergulir. Hingga pekan ke-7, Jabal Mukabar jadi klub yang berada di puncak klasemen dengan raihan 16 poin, disusul oleh Shabab Al-Khalil dengan raihan 14 poin.