Terdapat satu mitos dalam dunia sepak bola yang dipercaya oleh banyak penggemar sepak bola, bahkan hingga kini. Mitos bahwa penjualan seragam atau jersey dari satu orang pemain bintang dapat digunakan untuk membayar pembelian pemain tersebut.
Kepercayaan ini timbul karena kurangnya transparansi klub dalam finansial klub sepakbola.
Secara singkat, tidak ada klub yang pernah menggantikan biaya transfer seorang pemain lewat penjualan jersey. Sebab pendapatan yang didapat klub dari penjualan seragam-seragam pertandingan tidaklah seberapa.
Perusahaan manufaktur seperti Adidas, Nike, Puma dan lainnya mendapatkan 85-90% dari penjualan jersey dan ini adalah standar industri, seperti dikutip dari The Guardian. Klub hanya mendapat 10-15% dari hasil penjualan, bahkan terkadang baru mendapatkan bagian bila jumlah penjualan tertentu telah dicapai.
Mungkin terdapat beberapa pengecualian, misalnya untuk klub seperti Bayern Munchen, yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Adidas, mungkin diberikan pembagian yang sedikit lebih menguntungkan. Tapi ini adalah pengecualian, bukan aturan umum.
Misalnya saja kontrak seragam terbesar dalam dunia sepakbola saat ini, kontrak Manchester United. Kontrak berdurasi 10 tahun ini bernilai 750 juta pound sterling atau hampir setara dengan 14,3 triliun rupiah.
Adidas tidak membayar Manchester United lebih dari satu triliun per tahunnya hanya untuk menampilkan logo Adidas di sisi kanan seragam pemain atau hanya sekadar menampilkan wajah-wajah pemain di sudut-sudut toko.
Meskipun, tentu saja, terasosiasi dengan klub-klub elite dunia membantu perusahan-perusahaan manufaktur tersebut dalam persaingan pasar; lisensi eksklusif untuk menjual jersey tim tersebutlah yang menjadi sumber pendapatan utama bagi perusahaan seperti Adidas.
Meskipun adanya mitos yang beredar, seperti misalnya penjualan jersey Cristiano Ronaldo, Paul Pogba, atau yang terbaru berdasarkan rumor, Alexis Sanchez, mampu meningkatkan keuntungan bagi klub, keuntungan tersebut masih sangat jauh dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan pemain-pemain tersebut.
Jangankan biaya transfer pemain, hasil penjualan seragam bernomor punggung suatu pemain selama satu tahun yang diterima klub kemungkinan tidak akan cukup untuk membayarkan gaji pemain tersebut untuk beberapa bulan.
Tentu saja, naiknya persentase penjualan seragam sebuah klub, bukan sebuah statistik yang sia-sia. Semakin tinggi popularitas sebuah klub dalam pasar jersey, semakin tinggi pula nilai klub tersebut di mata perusahaan manufaktur aparel olahraga. Nilai sebuah klub tersebut direfleksikan oleh nilai kerjasama kontrak kedua pihak.