Bagaimana Match Fixing Menghancurkan Timnas Indonesia Terbaik Sepanjang Masa?
Prestasi tempat ketiga yang diraih oleh Toni Pogacnik bersama Timnas Indonesia di ajang Asian Games 1958 telah membawa rasa optimisme bagi para suporter. Oleh karena itu target di Asian Games Jakarta 1962 untuk menjadi juara tampaknya tidak muluk-muluk untuk saat itu.
Akan tetapi dalam persiapannya dalam ajang tersebut, tercium suatu kabar kalau ada pemain yang terlibat dalam skandal pengaturan skor. Akhirnya memasuki tahun 1962, terungkap 4 pertandingan Timnas Indonesia melawan Malmoe (Swedia), Thailand, Yugoslavia, dan Ceko yang terindikasi pengaturan skor.
Kasus itu bernama Skandal Senayan 1962 yang bermula saat Maulwi Saelan melaporkan adanya indikasi tidak beres dari rekan-rekannya pada pertandingan 1961. Investigasi pun dilakukan oleh PSSI dengan membentuk tim pemeriksa hingga ditemukan suatu fakta kalau sejumlah pemain Timnas Indonesia menerima uang dari Bandar judi.
"Seperti digoda setan, saya terperangkap. Saya terpaksa menerimanya karena kondisi keluarga," kata Wowo Sunaryo seperti dilaporkan majalah Tempo edisi 14 Juli 1979.
Pada akhirnya sebanyak 10 pemain Timnas Indonesia yang harus dihukum karena terlibat dalam skandal match fixing. Mereka adalah Iljas Hadade, Pietje Timisela, Omo Suratmo, Rukma Sudjana (kapten), Sunarto, Wowo Sunaryo (Persib), John Simon, Manan, Rasjid Dahlan (PSM Makassar), dan Andjiek Ali Nurdin (Persebaya).
Alhasil Timnas Indonesia yang kehilangan banyak pemain bintangnya harus terkapar di Asian Games 1962 dengan tidak lolos dari babak grup. Bahkan Toni Pogacnik sampai tak kuasa menahan tangis ketika memebesuk para tersangka yang menekam di kantor polisi Jakarta Pusat.
“Kalau saja tidak terjadi suap-suapan, tim itu dapat mencapai standar Internasional,” kata Toni dengan nada menyesal kepada awak media setelah Timnas Indonesia tersingkir dari Asian Games 1962.
Skandal Senayan 1962 sudah menjadi bukti betapa jahatnya match fixing yang pernah menghancurkan Timnas Indonesia terbaik sepanjang masa. Toni Pogacnik pun tak lama setelah itu berhenti dari kursi pelatih Timnas Indonesia.
“Itu (Skandal Senayan 1962) suap pertama yang terbongkar melibatkan para pemain Timnas,” ungkap Akmal Marhali kepada INDOSPORT.com ketika mengingat-ingat kasus tersebut.
Jika match fixing tidak bisa diatasi, rasanya Timnas Indonesia itu benar-benar seorang pungguk yang merindukan bulan. Hasrat untuk juara selalu ada, tetapi keinginan untuk memperkaya sendiri tampaknya menjadi prioritas lebih oleh para mafia yang sedang mensutradarai siapa yang bakal juara Liga 1 2019.
Terus Ikuti Update Berita Sepak Bola Indonesia Lainnya Hanya di FOOTBALL265.COM.