Acak-acak PSSI, Mata Najwa Ada di Pihak Mana?
Tinggi animo masyarakat terutama di jagat internet yang membuat 'PSSI Bisa Apa selalu trending topic di YouTube lantas muncul kemudian PSSI: Bisa Apa Jilid III.
Pada tayangan Mata Najwa bertajuk PSSI Bisa Apa Jilid III, penonton disuguhkan sesuatu yang cukup berbeda di banding dua episode sebelumnya.
Pada Jilid I dan II, Mata Najwa konsisten dalam mengupas persoalan mafia bola dan tentunya membahas eksistensi PSSI (Edy Rahmayadi secara khusus) dalam merespon hal tersebut. Hal ini tentunya sangat positif.
Namun, kali ini persoalan yang dibahas adalah siapa 'dalang' dibalik mundurnya Edy Rahmayadi dari kursi pimpinan PSSI.
Pada Kongres PSSi di Bali, Minggu (20/01/19), Edy Rahmayadi secara mengejutkan menyatakan mundur dari kursi Ketua Umum PSSI.
“Demi PSSI berjalan dan maju makanya saya nyatakan hari ini saya mundur dari ketua umum PSSI,” kata Edy Rahmayadi.
Keputusan itu disambut tepuk tangan peserta Kongres Tahunan yang kurang lebih hadir sebanyak 85 voters dari 34 Asosiasi Provinsi (Asprov), 18 klub Liga 1, 16 klub Liga 2, 16 klub Liga 3, dan 1 Asosiasi Futsal (FFI).
Edy Rahmayadi meminta agar para pengurus lainnya tidak mengkhianati PSSI. Ia ingin mundur secara baik-baik tanpa ada keributan.
Tentu saja kabar ini bagaikan petir di siang bolong. Benar bahwa banyak yang meminta Edy mundur.
Namun, Edy selama ini dikenal sebagai orang yang paling kukuh dalam prinsipnya memegang amanat jabatan Ketua Umum PSSI hingga 2020.
Bahkan, semalam sebelum kongres, yang bersangkutan masih meyakinkan diri sebagai Ketua Umum PSSI.
"Terkejut, karena malam sebelum kongres saya hadir dan pak Edy masih bilang tidak mau mundur," Ketum Asprov Jabar, Tommy Apriyantono, yang hadir dalam acara Mata Najwa, PSSI Bisa Apa? Jilid 3.
Hal ini tentunya tak luput dari perhatian Mata Najwa. Edisi ketiga pun secara habis-habisan membahas mengenai segala peristiwa yang melatarbelakangi mundurnya Edy.
Mulai dari munculnya surat mosi tidak percaya, uang 1.000 dolar Singapura hingga pertemuan para voters di tempat terpisah demi menggulingkan rezim Edy.
Aneh memang lantaran pada dua edisi sebelumnya, Edy Rahmayadi menjadi sosok yang terpojokkan dengan segala kekurangannya.
Namun, kini narasumber yang hadir dalam diskusi di meja Mata Najwa tak ada yang mengakui telah menjadi penyokong mundurnya sang jenderal.
Sejumlah fakta berhasil dikulik oleh tim Mata Najwa yang secara tersirat menempatkan Edy Rahmayadi sebagai pihak yang terdzalimi.
Masyarakat pun tergiring dengan pertanyaan, "Siapa yang mengkhianati Edy Rahmayadi?'
Edy Rahmayadi tak lagi menjadi "Public Enemy" dalam buruknya sepak bola Indonesia. Pengurus-pengurus yang bertahan di belakang Edy Rahmayadi lah yang kini menjadi "The New Public Enemy", yaitu Joko Driyono.
Tagar #JokdriOut tak lagi bisa dihindari. Setelah Edy, muncul nama Jokdri (Joko Driyono, Wakil Ketua PSSI) dan Iwan Budianto sebagai pihak yang diminta mundur. Jangan lupakan pula para anggota Exco yang masih menjabat.
Ada sebuah peristiwa menggelitik dalam diskusi bertajuk "PSSI Bisa Apa Jilid 3: Saatnya Revolusi" ini.
Sebuah perdebatan sengit terjadi antara anggota Exco PSSI bidang hukum, Gusti Randa, dengan dua perwakilan voters, yaitu Januar Herwanto (Madura FC) dan Esti Puji Lestari (CEO Persijap Jepara).
Kedua belah pihak tak ada yang mengaku secara lisan sebagai pihak yang ada di balik mundurnya Edy Rahmayadi.
Gusti mencurigai Januar Herwanto dan Esti Puji Lestari menghadiri acara yang digelar KPSN (Komite Perubahan Sepakbola Nasional) yang dituding dapat memicu adanya dualisme kompetisi.
"Sebelum Kongres PSSI, ada KPSN (Komite Perubahan Sepakbola Nasional), itu tak ada yang hadir. Ada orang yang kumpul kumpul bicara rahasia di situ," kata Exco PSSI, Gusti Randa.
Namun, hal ini disanggah mentah-mentah oleh Esti Puji Lestari.
"Tidak ada rahasia di sini (KPSN), karena itu juga diliput televisi," ujar Esti Puji Lestari, yang dalam hasil rekomendasi KPSN mengusulkan agar anggota exco dan pengurus PSSI yang jadi tersangka match fixing diberhentikan dengan tidak hormat.
Dalam rekaman yang dimainkan secara live tersebut, terungkap adanya uang yang dibagikan dalam pertemuan sebelum kongres, yang membahas soal penandatanganan surat mosi tidak percaya untuk Edy Rahmayadi.
Semua debat hebat antara Exco PSSI dan Voters pun seakan antiklimaks dengan komentar dari pengamat sepak bola senior, Yesayas OKtavoanis.
Setelah voters menampik adanya wacana menggulingkan Edy di KSPN, Yesayas secara tegas menyebut bahwa tujuan dari dari KSPN adalah agar Edy mundur.
"Saya coba mengulas KPSN, KPSN itu saya salah satu pendiri dan ketua pertamanya," ujar Yesayas Oktavianus yang juga wartawan senior.
"Tujuan KPSN adalah mundurkan Edy," tegas Yesayas.
Ruangan pun senyap. Diskusi terasa antiklimaks. Setelah Edy Rahmayadi menjadi sosok sentral yang dituding bertanggung jawab atas prestasi timnas, tiba-tiba tak ada satu pun pihak baik PSSI maupun voters yang mau mengakui secara jantan sebagai kubu yang mengkehendaki Edy mundur.
Padahal, Mata Najwa telah mengumpulkan sekian banyak bukti.
Acara Mata Najwa pun terkesan hanya mengikuti arus publik. Berbeda dari edisi 2, pada edisi ke-3 ini, gagal terbangun sebuah solusi nyata.
Diskusi Jilid 3 hanya kembali menghadirkan pada persepsi 'musuh bersama' yang diarahkan pada petinggi-petinggi PSSI yang masih bertahan.
Najwa Shihab selaku tuan rumah acara ini mengaku sejak dulu mengulik tema sepak bola lantaran Najwa sekeluarga adalah penggila bola.
"Agak subjektif memang. Karena Najwa-nya suka bola," ucap Najwa menerangkan kenapa dirinya selalu mengangkat tema isu bal-balan.
"Negeri ini, negeri sepakbola sejak lahir. Banyak yang tidak sadar para pendiri bangsa ini orang-orang yang gila akan bola. Bung Hatta, Bung Syahrir pemain bola. Tan Malaka pemain bola profesional waktu di Belanda. Sepak bola itu sejatinya alat pemersatu," tutur Najwa.
Tentunya kita semua sepakat semangat ini agar Najwa tetap konsisten untuk pembenahan sepak bola Tanah Air, tanpa semata pertimbangan rating maupun trending.
Dalam hati kecil, sebagai sama-sama jurnalis agak iri karena Najwa mampu mengulas dengan kemasan yang apik. Rasanya sangat ingin bisa buat karya jurnalistik yang lebiih hebat lagi.
Mata Najwa mampu menjadikan hal yang selama ini tercium baunya saja jadi wujud nyata. Kentut itu akhirnya bisa kelihatan juga bentuknya.
Sebagai penutup, ada catatan untuk Najwa, yaitu harus lebih hati-hati, tak hanya tekanan dari pihak yang tak senang atas kondisi ini, namun juga jebakan dari pihak yang senang rezim ini tumbang.