Jelmaan Kolonel Hannibal Smith The A-Team dalam Diri Robert Rene Alberts
Seperti Hannibal Smith yang sempat disinggung di awal tulisan, dia merupakan tipe orang yang berpegangan terhadap proses. Tergantung seberapa panjang Robert mendapatkan waktu dari manajemen klub di tempat ia bernaung.
Di PSM, Robert meningkatkan prestasi klub setahap demi setahap bila ditarik dari keputusan manajemen Juku Eja mengontraknya di tengah kompetisi Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016. Dia mampu mengangkat tim ke papan atas setelah sempat terpuruk di papan bawah.
Pencapaian Robert mendapatkan apresiasi tinggi di pengujung musim dengan ganjaran penghargaan Pelatih Terbaik ISC A 2016. Dari sini sentuhannya mulai terlihat, hingga kemudian mempertahankan posisi PSM di papan atas klasemen akhir Liga 1 selama dua musim terakhir.
Di usia yang kini menginjak 64 tahun, paling tua di kalangan pelatih klub Liga 1 2019 lainnya, Robert terkesan jauh lebih matang daripada ketika meraih titel juara Liga Super Indonesia (LSI) 2009/10 bareng Arema Malang.
Satu dekade silam, Robert belum bisa disamakan dengan Hannibal Smith karena dia diberi modal materi pemain yang bertabur bintang ketika itu. Berbeda dengan kondisi compang-camping PSM di tengah kompetisi ISC A 2016.
Kini, Robert merebahkan dirinya di Persib yang terkenal tak sabaran dalam menanti prestasi. Akankah manajemen Maung Bandung bisa menahan diri dari "godaan" memecat pelatih andaikan benar ia lebih condong membangun fondasi tim ketimbang mengejar prestasi musim ini?
Ada satu kalimat mutiara yang cukup terkenal, yaitu hasil tidak akan mengkhianati proses. Beri Robert waktu semusim, dia bagus, Beri dua musim, dia hebat, beri tiga musim, dia tak terkalahkan.
Pertanyaan besarnya, bisakah kalian bersabar wahai manajemen Persib dan Bobotoh?
Serunya Nge-Vlog Bareng Manusia Tercepat Indonesia
Ikuti Terus Perkembangan Sepak bola Indonesia dan Olahraga Lainnya Hanya di INDOSPORT