FOOTBALL265.COM – Harus bekerja untuk tuan tanah dengan upah kecil berbalut peluh dan tangisan, mungkin itulah yang dirasakan oleh leluhur kita saat berada di masa penjajahan.
Indonesia sendiri mengalami penderitaan yang begitu luar biasa saat dijajah oleh Belanda selama 350 tahun dan Jepang selama tiga setengah bulan.
Oleh karena itu, kata jajah menjadi sangat negatif bagi Indonesia karena memori penderitaan di masa lalu akan berputar lagi.
Rupanya penjajahan juga terjadi pada ajang sepak bola, Liga Primer Inggris seperti saat ini, di mana terdapat invasi gila-gilaan pelatih asing. Tercatat dari 20 klub Premier League, hanya ada 5 pelatih asli Inggris yang menjadi pelatih.
Itu artinya persentase pelatih asli Inggris di Premier League hanya mencapai 25% saja, sungguh sebuah realita menyedihkan.
Kelima pelatih asli Inggris itu hanya Eddie Howe (Bournemouth), Sean Dyche (Burnley), Neil Warnock (Cardiff City), Roy Hodgson (Crystal Palace), dan Scott Parker (Fulham).
Bahkan tidak ada satu pun pelatih lokal yang berani menangani big six Liga Primer Inggris (Arsenal, Chelsea, Manchester United, Manchester City, Liverpool, Tottenham Hotspur).
Hal ini sempat menuai kritik dari tokoh sepak bola Inggris. Salah satunya ialah Sam Allardyce, pelatih yang sepanjang kariernya hanya mengasuh tim-tim Britania Raya termasuk melatih Timnas Inggris.
"Banyaknya manajer asing benar-benar mencemaskan dalam hal perkembangan para pelatih dan manajer muda Inggris. Semakin sulit saja bagi orang Inggris untuk berkarier di negeri sendiri," kata Sam Allardyce pada Januari 2019, seperti dilansir The 42.
Sejumlah orang Inggris boleh saja mengkritisi hal tersebut. Tapi, rupanya, penjajahan asing di sepak bola mereka saat ini menikmati hal positif, terutama berkaitan dengan finalis Liga Champions 2018/19.
Lantas, mengapa dominasi pelatih asing justru membawa efek positif bagi Liga Primer Inggris dan bagaimana caranya?