FOOTBALL265.COM - Entah angin apa yang kini tengah menyelimuti klub peraih empat gelar juara kompetisi sepak bola Indonesia, Persipura Jayapura. Enam laga perdana di Shopee Liga 1 Indonesia 2019 sudah dilalui tanpa sekalipun mendapatkan kemenangan.
Kondisi yang begitu miris bagi klub sebesar Persipura, meski kita tahu sebenarnya kompetisi masih teramat panjang dengan menyisakan 28 pertandingan.
Torehan minor ini bahkan menjadi yang pertama kalinya dialami oleh tim berjuluk mutiara hitam itu di kompetisi sepak bola profesional Indonesia.
Setidaknya, sebelum sejarah terburuk ini tercipta, Persipura tak pernah gagal mendapatkan satu kemenangan di enam laga perdananya. Wajar saja publik yang mengaku sebagai pecinta Persipura kini kian ramai menuangkan kekesalannya di media sosial.
Bahkan ribuan pasang mata atau jutaan pasang mata kini tengah dibuat heran dengan performa melempem tim yang pernah berjaya di turnamen Piala AFC, berapa tahun silam.
Sejarah Terburuk
Persipura kini membuat sebuah sejarah baru, mengawali kompetisi dengan catatan terburuk di awal musim. Hanya mendapatkan tiga poin dari enam laga yang sudah dilalui.
Berkaca pada musim-musim sebelumnya, hasil ini terbilang yang paling buruk. Bukan hanya sekadar belum mendapatkan kemenangan, Persipura bahkan telah menelan tiga kali kekalahan.
Parahnya, dari dua laga kandang, Persipura juga hanya bisa bermain imbang. Itupun justru melawan tim yang baru saja promosi ke Liga 1, PSS Sleman dan Semen Padang.
Atas torehan minor ini, sang pelatih, Luciano Leandro pun harus menjadi korban. Pelatih asal Brasil ini resmi lengser dari jabatannya sejak sepekan lalu.
"Saya sudah berusaha yang maksimal, semoga Persipura bisa lebih baik ke depannya. Saya tetap percaya dengan kerja saya, saya tidak akan mungkin menyerah," ujar Leandro membela dirinya sendiri usai didepak dari kursi pelatih Persipura.
Padahal, dimusim-musim sebelumnya, sejak TSC 2016, Persipura tak pernah gagal mengumpulkan 10 poin hingga pekan keenam.
Ekspektasi Besar Menjadi Beban Berat
Masih bertahan di kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia dengan menyandang predikat peraih empat gelar juara, seakan menjadi bumerang bagi Persipura. Ekspektasi yang cukup besar dari publik menjadi beban berat yang harus dipikul di pundak masing-masing pemain.
Publik tak mau mengenal dengan namanya kegagalan, yang mereka tahu klub jagoannya itu adalah penguasa di persepakbolaan Indonesia.
Padahal, sepak bola era ini tengah menjurus pada sepak bola profesional industri. Mereka yang kuat adalah klub yang sehat secara finansial.
Tidak demikian dengan Persipura, klub yang justru punya nama besar di persepakbolaan Indonesia ini, justru masih sangat bergantung pada perusahaan tambang PT Freeport Indonesia dan bank daerah, Bank Papua.
Sangat disayangkan, klub bergelimang prestasi di persepakbolaan Indonesia ini justru masih dikelola dengan sistem yang tak modern.
Jangankan sponsor, publik yang menamakan dirinya sebagai pecinta Persipura pun belum tergolong loyalis dalam memberikan dukungannya. Stadion Mandala yang dulu dipenuhi puluhan ribu penonton kini semakin berkurang.