In-depth

Timnas Amerika, Piala Dunia Wanita 2019, dan Tamparan untuk Sepak Bola Indonesia

Selasa, 9 Juli 2019 18:43 WIB
Penulis: Annisa Hardjanti | Editor: Ivan Reinhard Manurung
© Daniela Porcelli/Getty Images
Kemeriahan timnas sepak bola wanita Amerika Serikat juara Piala Dunia 2019 usai kalahkan Belanda di Stade de Lyon  (07/07/19).  Daniela Porcelli/Getty Images Copyright: © Daniela Porcelli/Getty Images
Kemeriahan timnas sepak bola wanita Amerika Serikat juara Piala Dunia 2019 usai kalahkan Belanda di Stade de Lyon (07/07/19). Daniela Porcelli/Getty Images

FOOTBALL265.COM – Di sudut Tanah Air Indonesia, wanita rupanya masih harus berhadapan dengan kenyataan tentang kesetaraan dalam menjalani kehidupan sebagai manusia merdeka.

Organisasi masyarakat memaksa seleksi pemain sepak bola putri U-17  tingkat provinsi dibubarkan, karena dianggap tidak sesuai dengan kearifan lokal.

Panitia penyelenggara menyebutkan bahwa kegiatan ini akan mampu menjadi wadah penyaluran bakat putri-putri dari daerah, tak cuma sepak bola, namun juga olahraga lainnya.

Pemandangan ini tentu saja kontradiktif dengan ambisi Indonesia lewat PSSI (induk tertinggi bola Indonesia) yang ingin membangkitkan kembali kekuatan wanita lewat sepak bola.

Sri Nurherwati dari Sub Komisi Reformasi dan Kebijakan Komnas Perempuan sendiri sempat memberi pernyataan soal kasus ini.

"Kalau Pemda Aceh menghendaki sepak bola yang syariah, seperti apa yang diinginkan. Seharusnya bukan melarang, tapi memberikan infrastruktur. Sehingga, sepak bolanya (perempuan) betul-betul bisa menjamin hak konstitusional warga negaranya terutama perempuan," ujarnya, Senin (08/07/19).

Pendapat Sri Nurherwati itu juga mendapat dukungan dari Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Papat Yunisial, yang berharap segera ada mediasi agar hal itu bisa diselesaikan dengan baik.

"Justru kita sekarang seharusnya ada yang mediasi. Kalau kita lihat bagaimana auratnya dengan pertandingan cabor (cabang olahraga) renang, volly pantai, angkat berat,” jelasnya, Senin (08/07/19).

Kondisi ini juga bertolak belakang dengan gegap gempita kemenangan Timnas wanita Amerika Serikat pada final Piala Dunia Wanita 2019 di Prancis.

Pemberontakan di Balik Perjalanan Gemilang Timnas Wanita Amerika

Amerika Serikat bersukacita dengan gelar juara yang berhasil disabet Timnas Wanita mereka pada ajang Piala Dunia Wanita 2019, usai berhasil menaklukkan Belanda pada Minggu (07/07/19) lalu.

Megan Rapinoe berhasil membobol gawang Sari van Veenedaal di paruh kedua pertandingan lewat tendangan penaltinya. Gol lainnya menyusul dari tendangan Rose Lavelle.

Rapinoe mengguncang dunia di tengah perhelatannya dalam Piala Dunia 2019. Sang kapten secara lantang menolak untuk menghadiri undangan di Gedung Putih.

Penolakan keras Rapinoe bisa dibilang sebagai bentuk sikap dirinya atas kebijakan-kebijakan Presiden Donald Trump yang begitu anti dengan keberadaan komunitas LGBTQ.

Tak hanya Rapinoe, striker timnasnya Alex Morgan pun angkat suara soal bagaimana selebrasinya saat membobol gawang Inggris rupanya meraih sorotan karena dinilai kontroversial.

Aksi gaya minum tehnya dinilai sebagai sebuah penghinaan terhadap Inggris. Morgan membantah hal tersebut pada publik. "Selebrasi saya sebenarnya lebih soal, 'Inilah tehnya', yang mengungkapkan cerita, menyebarkan berita," ujar Morgan dilansir ESPN.

Morgan justru memberikan kiritk tajam soal sorotan publik pada selebrasi 'minum teh'-nya itu. Ia menggarisbawahi soal standar ganda wanita dalam dunia olahraga.

"Saya kira ada standar ganda untuk perempuan dalam olahraga, sehingga saya rasa kami harus rendah hati atas kesuksesan yang telah diraih," ujar Morgan yang menilai bahwa wanita tidak diperbolehkan melakukan selebrasi secara berlebihan.

6