FOOTBALL265.COM - Kehadiran sang legenda, Jacksen F Tiago diiringi dengan harapan agar dirinya yang didapuk sebagai pelatih baru mampu membangkitkan Persipura Jayapura. Ya, sang Mutiara Hitam kini kehilangan pesona sinarnya, seolah redup usai berbagai hasil mengecewakan di Liga 1 2019.
Terlalu klise jika kita harus menyebutkan sepak bola bukanlah matematika. Tapi tak ada yang salah dengan kalimat ini. Sepak bola memang bukan berbicara tentang rumus-rumus yang njlimet. Sepak bola tak lain adalah sebuah misteri.
Seperti roda kehidupan, manusia tak selamanya nyaman berada di atas, sekali waktu akan terpental dan jatuh ke bawah. Jika manusia saja bisa mati, sepak bola juga pasti begitu, tak ada yang benar-benar abadi dalam kehidupan ini.
Memaknai terpuruknya Persipura Jayapura di papan bawah klasemen sementara Shopee Liga 1 2019 memang tak semudah merangkai tulisan dengan menggunakan rumus jurnalistik, 5 W 1 H.
Hanya dengan memahami secara simpel bahwa sepak bola adalah bagian dari kehidupan, mungkin kita akan bisa menyikapi dengan lebih dewasa bukan berfikiran fiktif dan berandai andai seperti di dalam serial super hero.
Tapi lagi-lagi, kejayaan sebuah klub sepak bola memang ditentukan oleh berapa banyaknya raihan kemenangan. Tidak hanya diukur dengan skuat yang mentereng, tapi perolehan poin akhirlah yang sangat menentukan.
"Kita tidak mau mengkhianati sepak bola. Sebagai tim sepak bola kita butuh kemenangan," sebagaimana pernyataan pelatih Perseru Badak Lampung, Jan Saragih di Jayapura berapa waktu lalu.
Sang Juara yang Terpuruk
Persipura bukan satu-satunya klub sepak bola yang harus mengalami fase sulit meski memiliki segudang prestasi. Di luar sana, ada banyak deretan klub dengan sejarah mentereng namun harus terjungkal dari kerasnya kompetisi.
Di Jepang misalnya, klub legendaris Tokyo Verdy kini harus berjuang mati-matian untuk bisa kembali berkiprah di kompetisi sepak bola kasta tertinggi Jepang, setelah terdegradasi ke J2 League sejak 2005 silam.
Tokyo Verdy sendiri bukanlah klub biasa-biasa, mereka tercatat sebagai pemilik tujuh gelar juara J1 League (Liga 1 Jepang), lima gelar Piala Kaisar, enam Piala Super Jepang dan satu gelar juara Liga Champions Asia.
Sementara di Inggris, klub Nottingham Forest juga punya cerita yang sama kelamnya. Nottingham dikenal sebagai klub yang dulu punya sejarah indah di persepakbolaan eropa. Klub yang juga berjuluk The Reds ini adalah peraih dua gelar Liga champions eropa, satu gelar liga inggris dan empat gelar Piala Liga Inggris.
Sayang, klub legendaris Inggris ini kini bahkan hanya sebagai pelengkap di kompetisi sepak bola kasta kedua Inggris, divisi championship.
Di Indonesia sendiri, dua klub peraih gelar juara, Persik Kediri dan Sriwijaya FC pun harus terlempar ke Liga 2 dan tengah berjuang untuk bisa kembali ke Liga 1.
Belajar dari Kelelawar Mestalla
Terlalu dini jika harus menghakimi keterpurukan Persipura di papan klasemen saat ini sebagai sebuah kehancuran. Persipura belum berada di akhir kompetisi dan belum benar-benar terdegradasi seperti para juara di belahan dunia lainnya.
Toh, kompetisi baru memainkan tujuh laga, dan perjalanan masih sangat teramat panjang.
Seperti kebanyakan cerita film pada umumnya, dari sekian banyak aktor yang berperan, hanya akan menyisakan satu pemeran utama yang tetap bertahan hingga akhir cerita.
Begitupun, dari sekian banyak sejarah klub para juara yang terpuruk ke jurang degradasi, ada satu klub yang selamat dan berhasil keluar dari zona degradasi. Bahkan bisa mengakhiri cerita dengan tetap mendapatkan gelar juara.
Klub sepak bola asal Spanyol berjuluk 'Kelelawar Mestalla' Valencia, telah menyadarkan jutaan pasang mata di seluruh dunia, bahwa mukjizat itu bukan sesuatu yang mustahil.
Skuat Valencia membuat sebuah sejarah heroik ketika mengawali kompetisi La Liga musim 2019 dengan terseok-seok di peringkat ke-18 atau di zona degradasi hingga pekan keempat. Namun endingnya, mereka malah tampil mengejutkan setelah berhasil bangkit dan finis di peringkat keempat di akhir kompetisi dan lolos ke Liga Champions Eropa musim depan.
Kejutan Kelelawar Mestalla tak lantas berakhir disitu. Mereka bahkan bisa menaklukkan klub raksasa Barcelona di Final Copa Del Rey dan keluar sebagai juara.
Keterpurukan Persipura di papan klasemen saat ini bukan tak mungkin bakal berakhir juga dengan sebuah kejutan. Boaz Solossa dan kolega hanya membutuhkan sekali kemenangan untuk membuka keran positif.
Menanti Tuah Jacksen Tiago
Manajemen Persipura tak tinggal diam melihat klubnya dalam kondisi miris seperti saat ini. Mereka bergerak cepat untuk bisa mendatangkan pelatih pengganti pasca lengsernya Luciano Leandro setelah mencatatkan hasil tak memuaskan di awal kompetisi.
Namun, perjalanan berat harus ditempuh, setelah dua pekan lamanya bergelut mencari sosok yang tepat untuk menukangi Persipura, manajemen akhirnya mengumumkan secara resmi jika sang mantan, Jacksen F. Tiago akan segera bergabung dan mengambil alih tongkat kepelatihan.
"Hari ini, saya umumkan bahwa Jacksen F. Tiago sudah resmi menjadi pelatih Persipura dan besok beliau akan tiba di Jayapura. Dengan kedatangan Jacksen kami berharap bisa merubah tim ini kembali di peringkat tengah atau di papan atas karena dia sudah banyak mengetahui karakter masing-masing pemain Persipura," ujar Benhur, Kamis (11/7/19).
Kabar kepastian perekrutan Jacksen itu lantas membawa sedikit angin segar bagi publik pecinta Persipura, yang memang tak pernah berhenti berharap agar sang pelatih bisa kembali ke Jayapura.
Kerinduan publik Jayapura akan kejayaan yang pernah dipersembahkan Jacksen dan Persipura di periode 2008-2014, akhirnya terkabul. Memori indah dengan tiga gelar juara di era Jacksen seakan membangkitkan kembali gairah publik.
Tak ada lagi cemooh, hujatan dan makian. Kini yang ada dibenak mereka, Persipura harus kembali ke tempat semestinya, bangkit segera dari keterpurukan.
"Jacksen atau siapapun pelatih yang datang, kami berharap mereka mampu mengangkat kembali kepercayaan diri dan rasa kekecewaan semua masyarakat Papua. Doa kami selalu datang dari segala pelosok untuk Persipura. Kami rindu Persipura yang dulu," ungkap Chapo Angky, koordinator Ultras BCN 1963.