FOOTBALL265.COM – Dinamika sepak bola Indonesia mengalami pasang-surut selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Sepak bola merupakan cabang olahraga yang begitu digandrungi oleh masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Tak heran setiap pertandingan dihadiri ribuan penonton di tribune stadion.
Sepak bola Indonesia sempat merajai daratan Asia puluhan tahun lalu. Bahkan Indonesia menjadi negara Asia pertama yang tampil di Piala Dunia 1938 di Prancis dengan nama Hindia Belanda.
Akan tetapi prestasi Timnas Sepak Bola Indonesia semakin seret pasca meraih medali emas di SEA Games 1991 Filipina. Prestasi Indonesia di kancah sepak bola semakin menurun dari level Asia ke Asia Tenggara.
Perkembangan Indonesia seakan jalan di tempat sedangkan negara kawasan Asia Tenggara dan Asia sudah banyak berbenah hingga menghasilkan tim nasional yang kuat untuk berlaga di level internasional.
Indonesia sempat mendapatkan harapan kala bisa sampai ke partai final Piala AFF. Namun harapan tinggalan harapan lantaran lima kali (2000, 2002, 2004/2005, 2010, 2016) sampai ke babak puncak tetapi selalu kandas.
Publik Tanah Air sempat melepas dahaga ketika Indonesia bisa mempersembahkan gelar Piala AFF U-19 2013. Lalu berhasil meraih Piala AFF U-16 2018. Kemudian mengangkat Piala AFF U-22 2019.
Akan tetapi prestasi tersebut masih belum memuaskan hasrat terpendam bagi masyarakat Tanah Air yang ingin Indonesia di level senior bisa juga meraih gelar juara bergengsi.
Berbagai cara mulai dilakukan seperti melakukan naturalisasi kepada pemain asing menjanjikan, memakai jasa pelatih asing, hingga kini fokus pada pembinaan usia muda agar bisa dipanen di masa depan.
Melihat pembenahan yang dilakukan oleh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan stakeholder lainnya mendapatkan sorotan dari pemerintah pusat, tepatnya Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepak bolaan Nasional secara tiba-tiba pada pertengahan Februari 2019 lalu.
Inpres yang dikeluarkan pada 25 Januari 2019 itu dibuat dalam rangka percepatan peningkatan prestasi sepak bola nasional dan internasional dengan menunjuk 12 Kementerian, Kapolri, Gubernur, dan Bupati atau Walikota.
12 Kementerian yang ditunjuk membangu pembangunan sepak bola nasional ini terdiri dari Menko PMK, Menpora, Mendagri, Mendikbud, Menag, Menristekdikti, Menteri BUMN, Menkeu, Menteri PUPR, Menkes, Menteri ATR, dan Menteri PPN.
“Mengambil langkah-langkah yang diperlukan secara berkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing Kementerian/Lembaga untuk melakukan peningkatan prestasi sepak bola nasional dan internasional,” bunyi isi Inpres No 3 tahun 2019 tersebut.
Dalam draf Inpres tersebut Jokowi meminta pelaksanaan ini berpedoman pada peta jalan (road map) percepaan pembangunan persepak bolaan nasional dan bertanggung jawab penuh.
Fokus dari diterbitkannya Inpres No 3 tahun 2019 ini tak lain untuk pengembangan bakat, peningkatan jumlah dan kompetisi wasit dan pelatih sepak bola, dan pengembangan sistem kompetisi berjenjang dan berkelanjutan.
Lalu ada pula tentang pembenahan sistem dan tata kelola sepak bola, penyediaan prasarana dan sarana stadion sepak bola di seluruh Indonesia sesuai standar internasional serta training center sepak bola.
Terakhir ada mobilisasi pendanaan untuk pengembangan sepak bola nasional. Menurut Kepala Staf Presiden Jenderal (Purn) TNI Moeldoko, Inpres ini sudah didiskusikan dengan stakeholder sepak bola Indonesia sebelumnya.
Kemenpora Dapat Tugas Berat
Inpres No 3 tahun 2019 ini juga membuat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang dipimpin oleh Imam Nahrawi menjadi lembaga yang mendapatkan tugas berat.
Bagaimana tidak, ada 10 tugas yang diemban Kemenpora untuk menyukseskan Instruksi yang diterbitkan Presiden Jokowi seperti melakukan pengembangan kurikulum dan pengembangan bakat pemain sepak bola.
Lalu melakukan pembinaan usia dini dan usia muda secara berjenjang. Menyelenggarakan kompetisi sepak bola keompok usia tingkat elit satuan pendidikan akan Sekolah Sepak Bola.
Berikutnya memfasilitasi tenaga ahli atau infrastruktur wasit dan pelatih. Melakukan bimbingan teknis kepada sentra-sentra embinaan olahraga sepak bola agar memenuhi standar kompetensi tenaga berolahraga, isi program penataran dan pelatihan, prasarana dan sarana, pengelolaan organisasi, dan standar penyelenggaraan olahraga.
Selanjutnya meningkatkan monitoring, evaluasi dan pengawasan terhadap lembaga dan atau organisasi keolahragaan yang terkait dalam percepatan pembangunan persepak bolaan nasional.
Lebih lanjut menyusun dan menetapkan petunnjut atau pedoman teknis kepada Kementerian atau Lembaga terkait percepatan pembangunan persepak bolaan nasional. Melakukan sosialisasi atas penyelenggaraan peningkatan prestasi sepak bola nasional dan internasional.
Memastikan percepatan pembangunan persepak bolaan nasional berjalan dengan baik sesuai rencana aksi (road map) percepatan peningkatan prestasi sepak bola nasional dan internasional. Terakhir merencanakan penyediaan lokasi prasarana dan sarana.
Melihat amanah yang tertuang dalam Inpres No 3 tahun 2019 ini membuat Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Seskemenpora) Gatot Sulistiantoro Dewa Broto menjelaskan kabar terbaru.
“Langkah Kemenpora saat ini sudah kerja sama dengan sejumlah Kementerian/Lembaga untuk program masing-masing,” ujar Gatot saat dihubungi awak redaksi berita olahraga INDOSPORT, Rabu (14/08/19).
Gatot juga menjelaskan seperti apa penggodokan yang dilakukan sejumlah pihak terkait misalnya Kemendikbud dengan program sepak bolanya harus seperti apa untuk usia anak-anak sekolah.
“Lalu Kementrian Agama untuk pendidikan di Madrasah seperti apa, kemudian di Kementerian PUPR bagaimana menyiapkan infrastruktur seperti apa,” sambung pria asli Yogyakarta ini.
Gatot dengan tegas memastikan Kemenpora sudah menjalankan Inpres Percepatan Persepak Bolaan Nasional dengan road map sesuai tugas yang diberkan.
Peran Penting PSSI
Selain itu, sebagai induk cabang olahraga sepak bola Tanah Air, PSSI juga dilibatkan agar Inpres No 3 tahun 2019 ini memang berjalan tepat sasaran dan sesuai target yang dicanangkan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI Ratu Tisha Destria menuturkan kalau pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian atau Lembaga terkait agar tetap selaras.
“Kami sudah lebih dari 10 kali rapat bersama-sama dengan Kementerian-kementerian terkait yang di-lead oleh PMK (Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) dan lead-nya itu ada di Kemenpora,” kata Tisha kepada redaksi berita olahraga INDOSPORT saat ditemui di Jakarta Convention Center, Rabu (21/08/19).
Tisha menambahkan kalau telah memberikan satu buku, yaitu visi-misi PSSI strategy planing (rancangan strategi) menuju 2045, 100 tahun Indonesia merdeka, rencana 2045-nya yang pihaknya bagi dari berbagai milestone (tonggak sejarah).
“Maka dari itu milestone-nya sekarang yang disusun di Inpres itu, start dari 2019 sampai 2024 jadi lima tahun ke depan,” imbuh Tisha.
Hal-hal yang paling PSSI tekankan dari lima tahun ke depan Inpres ini mengenai infrastruktur seperti fasilitas lapangan. Sebab PSSI membutuhkan lapangan, bukan stadion, yang sangat banyak agar bisa menggelar kompetisi yang maksimal.
Menurut Tisha lapangan standar internasional pun cukup, hanya lapangan yang baik seperti lapangan A atau B yang ada di Senayan dengan ruang ganti dan toilet.
Kalau mau ada penonton ada tribune kecil tak ada masalah dan bisa menggelar pertandingan dengan cost efisien mungkin tapi member pertandingannya banyak.
“Nah saat ini PSSI posisinya, satu biayanya cukup mahal dan yang keduanya tidak banyak jumlah lapangannya sehingga banyak juga pertandingan yang tak bisa digelar sebanyak itu,” jelas Tisha.
Satgas Anti Mafia Bola Jilid 2
Salah satu permasalahan yang sempat mengguncang PSSI dan sepak bola Indonesia adalah keberadaan mafia di balik layar yang mengatur hasil akhir pertandingan. Buntut dari kejadian itu sendiri terbentuknya satgas khusus bernama Satgas Anti Mafia Bola.
Hanya dalam waktu singkat, sejumlah nama berhasil diamankan dan ditahan untuk kasus pengaturan skor. Kini, pasca sempat vakum, Satgas Anti Mafia Bola (jilid 2) dihidupkan kembali oleh Polri pada awal Agustus 2019. Rapat koordinasi untuk gebrakan baru pun telah dilakukan.
Tim yang diawasi langsung oleh Kapolri ini masih tetap mempercayakan Brigjen Pol Hendro Pandowo sebagai ketua dan Brigjen Pol Krishna Murti menjadi wakilnya.
“Dalam rapat koordinasi ini, Satgas Anti Mafia Bola akan mengembangkan sayapnya dengan membentuk 13 sub-satgas di berbagai daerah yang berlangsungnya Liga 1,” ujar Brigjen Pol Hendro Pandowo kepada pewarta di Jakarta, Rabu (14/08/19).
Mendengar kabar ini, anggota Komite Eksekutif Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Exco PSSI) Gusti Randa menyambutnya dengan hangat. Sebab sangat menguntungkan untuk PSSI.
“Dengan adanya Satgas Anti Mafia Bola jilid 2, apalagi disebar di 13 wilayah dan pasti ada klub Liga 1-nya kira-kira ini akan berharga untuk PSSI,” tutur Gusti Randa saat ditemui INDOSPORT di Jakarta Convention Center, Senayan, Rabu (22/08/19).
Aktifnya lagi Satgas Anti Mafia Bola juga mendapat atensi dari Chief Executive Offier (CEO) Babel United Ichsan Rahmansyah Sofyan. Dirinya meminta agar tim ini terus bekerja aktif.
Selain itu dapat pula memberantas para pelaku praktik curang yang ingin mengambil keuntungan untuk pribadi dan mencoreng nilai fair play itu sendiri yang ada di dalam sepak bola.
Maka dari itu, lanjut Ichsan, peran dari PT LIB, PSSI, bahkan Satgas Anti Mafia Bola sebagai pihak yang yang melakukan check and balances terhadap pihak PSSI atau PT LIB itu sendiri, perlu berkoordinasi dengan baik.
“Dengan begitu harapan saya besar untuk para oknum-oknum yang berusaha untuk merusak sepak bola Indonesia dengan mencoba match fixing itu bisa diberantas dengan tuntas oleh Satgas Anti Mafia Bola,” tutur Ichsan kepada INDOSPORT belum lama ini di Jakarta.
Hadirnya Satgas Anti Mafia Bola jilid 2 ini ternyata bakal menghadapi tantangan besar ke depannya dalam mengawasi kompetisi sepak bola Indonesia, baik yang teratas hingga terbawah.
Pengamat sepak bola Tanah Air dan sekalgus koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali turut memberikan tanggapan. Baginya jilid dua ini mengalami perbedaan dalam tugasnya.
“Tapi kelihatannya sifatnya preventif, tindakan pencegahan, tidak lagi aktif. Makanya kemudian disebar ke 13 daerah. Jadi kebijakan sepenuhnya ada di tiap-tiap daerah,” ujar Akmal saat dihubungi INDOSPORT di Jakarta, Kamis (22/08/19).
Baginya, ketika posisi ini diberlakukan maka yang harus berperan aktif adalah masyarakat Indonesia untuk memberikan laporan. Karena bagaimana pun match fixing tidak bisa diusut kalau tidak ada laporan.