FOOTBALL265.COM - Awan hitam semakin memayungi persepakbolaan Indonesia. Dari turunnya ranking FIFA, sampai permasalahan suporter yang menambah coreng sepak bola Indonesia.
Seperti diketahui ranking Indonesia turun drastis. Skuat Garuda saat ini berada di peringkat 167. Selain itu borok bertambah dengan ricuh suporter saat Insonesia menjamu Malaysia.
Terkait permasalahan ini, Vamos Indonesia berupaya mengambil tindakan kecil. Setidaknya untuk permasalahan suporter, Vamos Indonesia mencoba mengedukasi fans di Indonesia.
Edukasi tersebut dilakukan dengan menggelar talk show dengan beberapa pakar di bidangnya dalam Bicara Bola. Diutarakan Founder Vamos Indonesia, Fanny Riawan dia merasa gelisah melihat perilaku suporter Tanah Air.
"Kalau anak-anak di Indonesia ingin jadi pemain sepak bola, orang tuanya ragu. Mau jadi apa kan rusuh terus. Itulah yang akan kita benahi. Karena suporter salah satu bagian dari ekosistem sepak bola," kata Fanny.
Senada dengan Fanny, Kombes Jabinson Purba yang sempat mengikuti kursus tindakan pencegahan Hooligan di Scotland Yard mendukung program edukasi suporter. Menurutnya kepolisian tidak bisa berjalan sendiri menangani kisruh suporter yang kerap terjadi di Indonesia.
"Kalau orang mau berkelahi ya berkelahi mau sebagus apa pun. Tetapi lebih mudah menanganinya, lebih sedikit daripada kita bandingkan di Indonesia," kata pria yang juga anggota Lemhanas tersebut.
"Di ASEAN saja, kita punya ASEANPOL (Organisasi Kepolisian ASEAN) tapi tidak punya database. Mereka punya EUROPOL dan punya databese, jadi bisa saling tukar. Jadi kepolisian bisa mengerahkan pasukan dengan melihat jumlah penonton," sambungnya.
Sementara, narasumber yang malang melintang di sepak bola Eropa, Margie Tyaz yang menilai penanganan suporter harus secara tepat. Mulai dari penataan dan pemisahan tribun antara suporter fanatik dan penonton biasa.
Hingga strategi penjualan tiket pertandingan per musim yang diusung kebanyakan klub di Liga Primer Inggris.
"Masalah Hooligans di sana lebih tertata banget. Kalau di Old Traffod, MU main itu ada satu zona khusus fans fanatik, adanya di belakang gawang. Kalau sisi timur dan barat itu orang-orang kelas menengah atas, karena harga tiketnya juga beda," kata Margie.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Suporter Indonesia, Ignatius Indro, menyambut baik upaya edukasi suporter. Menurutnya perilaku suporter yang kerap berbuat kericuhan bisa ditangani dengan berbagai cara, salah satunya pendekatan di daerah masing-masing.
"Contoh melalui ulama, guru, dan stakeholder yang bisa melakukan itu hingga tingkat akar rumput. Pendekatan juga bisa saja dengan budaya masing-masing, karena beda daerah pendekatannya berbeda lagi," ungkapnya.