FOOTBALL265.COM – Sudan untuk pertama kalinya dalam sejarah menggelar liga sepak bola wanita menyusul lengsernya Omar al-Bashir. Ajang olahraga ini sendiri sudah mulai bergulir pada Senin (30/09/19), mempertemukan Tahadi vs Difaain di ibu kota, Khartoum.
Dilansir dari laman Aawsat, Liga Sepak Bola Wanita Sudan ini melibatkan 21 klub sepak bola wanita. Selain Tahadi dan Difaiin, sejumlah klub seperti Madani, Al-Obeid, dan Kadugli juga dijadwalkan bermain.
Laga perdana liga antara Tahadi vs Difaain berlangsung sangat meriah diiringi oleh tepuk tangan dan sorak sorai gembira para penonton yang menyaksikan laga tersebut.
Mereka bahkan meneriakkan “Kandaka, Kandaka,” yang mengaju pada sosok Ratu Nubio kuno yang didewakan di negara tersebut.
Menteri Olahraga Sudan yang baru, Wala Essam, dan sejumlah diplomat Sudah dan asing turut menyaksikan pembukaan ajang tersebut.
“Ini adalah pertandingan bersejarah tidak hanya untuk olahraga wanita tetapi juga untuk Sudan. Kami akan memberikan perhatian khusus pada olahraga wanita dan sepak bola wanita,” kata Wala Essam saat ditemui wartawan.
Liga sepak bola wanita di Sudan sendiri baru pertama kali berlangsung di negara tersebut, terutama setelah rezim 30 tahun mantan presiden mereka, Omar al-Bashir, berakhir pada April 2019 lalu.
Di akhir pemerintahannya, Bashir digulingkan oleh tentara dalam kudeta istana 11 April lantaran protes nasional terhadap pemerintahan yang bernuansa diktator.
Liga sepak bola antarklub wanita di Sudan pun diawali dengan harapan, negara akan mengalami masa transisi setelah mengimplementasikan kebijakan liberal di seluruh negeri. Kebijakan ini memungkinkan warganya atas kebebasan berbicara, hak-hak perempuan, olahraga, dan seni.
Sudan, sementara itu sudah bergabung dengan FIFA sejak tahun 1948. Pada tahun 1957, negara di benua Afrika itu mendirikan Konfederasi Sepak Bola Afrika dengan Mesir, Ethiopia, dan Afrika Selatan.
Sepak bola wanita pada masa sekarang memang sudah mulai menggeliat, meski masih ada beberapa wilayah yang belum bisa memberi ruang bagi kaum hawa untuk secara terbuka mengolah si kulit bundar di lapangan, termasuk di Daerah Istimewa Aceh.