FOOTBALL265.COM - Sekitar 28 tahun silam, timnas Indonesia berhasil menyabet medali emas SEA Games 1991 di Manila, Filipina. Permainan kompak dan didukung fisik prima hasil tempaan pelatih asal Rusia, Anatoli Polosin, menjadi kunci juara.
Salah satu anggota skuat emas SEA Games 1991 adalah Hanafing. Redaksi berita olahraga INDOSPORT menyambangi kediamannya di Surabaya sembari berbincang secara eksklusif soal perjalanan timnas Indonesia meraih medali emas terakhir di ajang ini.
Hanafing dikenal sebagai pemain sayap kiri ternama di Indonesia era akhir 1980 hingga awal 1990-an. Dia bersinar terang bersama klub NIAC Mitra di kejuaraan Galatama (1980-1994).
Kualitas permainannya kala itu membuat nama Hanafing kerap dicantumkan ke dalam daftar pemain timnas Indonesia, termasuk menjelang SEA Games 1991 oleh pelatih Anatoli Polosin.
Hanafing lantas melahap latihan fisik yang konon dirasa paling berat sepanjang sejarah pemusatan latihan timnas Indonesia. Mereka 'dipaksa' naik gunung di kawasan Cimahi, Jawa Barat.
"Pertama kali tahu latihan seperti itu ya saya kaget. Kami ini mau dilatih bermain sepak bola atau berperang? Kok latihannya malah naik gunung?" kata Hanafing kepada redaksi berita olahraga INDOSPORT.
Banyak pemain tumbang selama pemusatan latihan karena tidak kuat, tapi di sinilah seleksi alam berlangsung. Hanya pemilik stamina prima saja yang berhak mengenakan seragam merah-putih untuk membawa panji negara di SEA Games 1991.
"Anatoli Polosin sejak awal memang sudah tahu bahwa timnas Indonesia bermasalah dalam aspek fisik. Setelah digeber habis-habisan akhirnya kami memetik buah yang manis berupa medali emas SEA Games 1991,' ucap Hanafing.
Legenda asal Sulawesi Selatan itu tak lupa menceritakan pakem timnas Indonesia di SEA Games 1991. Polosin terbiasa menggunakan pola 3-5-2 dan dirinya seolah tak tergantikan di pos sayap kiri.
"Kalau disebutkan, saya berada di antara lima pemain tengah dalam pola 3-5-2, tepatnya sayap kiri. Di kanan itu ada Kas Hartadi, lalu tengah Maman Suryaman, Yusuf Ekodono, dan Heriansyah. Strikernya Peri Sandria dan Widodo C. Putro, bergantian dengan Rochi Putiray," cetusnya.
Ditudung Doping
Tapi tahukah Anda, untuk bisa meraih medali emas SEA Games, sejumlah ganjalan selalu silih berganti menghalangi laju timnas Indonesia kala itu. Salah satunya adalah tuduhan tak berdasar Thailand soal doping.
Saat itu, Thailand yang dilatih Carlos Roberto de Carvalho asal Brasil sempat berpikiran negatif mengenai performa timnas Indonesia. Mereka menuduh Hanafing dkk. mengonsumsi doping.
"Kami diperiksa itu setelah Thailand menyangka kami memakai doping. Ya sudah, akhirnya kami dites macam-macam. Ada empat pemain timnas yang dites, salah satunya saya, tapi hasilnya negatif" imbuh Hanafing.
Kecurigaan Thailand tentang doping bukan cuma karena melihat permainan timnas Indonesia gila-gilaan saja, melainkan sosok pelatih Anatoli Polosin yang berasal dari Rusia.
Maklum saja, di tahun-tahun itu hubungan antarnegara sedang tidak bagus lantaran adanya perang dingin mulai 1947 hingga 1991. Kemudian pelatih Indonesia yang kelahiran Uni Soviet (sekarang Rusia) akhirnya dicurigai.
"Ada omongan kalau orang Rusia itu pintar menyembunyikan doping itu. Katanya, kalau disuntik ke dalam darah tidak terlihat. Padahal bukan begitu, kami murni persiapkan semuanya. Latihan fisik kami sangat keras. Semua buah dari latihan," tandas Hanafing.
Sekadar mengingatkan, timnas Indonesia menjuarai SEA Games 1991 usai menekuk Thailand via drama adu penalti menyusul hasil imbang tanpa gol sepanjang waktu normal. Laskar Merah-Putih memastikan skor 4-3 lewat eksekusi Sudirman di momen penentuan.
Hanafing menjadi satu di antara 18 pemain dalam skuat juara SEA Games 1991 yang diulas satu per satu oleh INDOSPORT. Nantikan ulasan tentang pemain lainnya.