FOOTBALL265.COM - PT Liga Indonesia Baru (LIB) lewat komisarisnya, Gusti Randa, angkat bicara mengenai aksi flare yang kerap dilakukan suporter di Liga Indonesia. Ia mengatakan harus ada jalan tengah, bukan sekadar sanksi berupa denda atau hukuman tanpa penonton.
Gusti Randa bahkan mempertimbangkan flare boleh dinyalakan di stadion, asal ada kesepakatan bersama dari seluruh stakeholder, yaitu PSSI dan klub. Namun, harus ada aturan yang jelas, contoh tak boleh dinyalakan saat berlangsungnya pertandingan.
"Kembali ke Komdis, dipikir PT LIB yang beri sanksi. Tidak! Semua itu Komdis (PSSI), kami tak tahu menahu. Kalau ada flare ya silakan tindak klub mana pun. Tak ada anak emas meski semua punya saham di LIB. Yang pasti bukan urusan PT LIB (denda flare), tapi PSSI," cetusnya, Jumat (27/12/19).
"Subsidi klub akan tergerus jika ada hukuman. PSSI harus menimbang lagi soal aturan. Bukan mengendurkan, tapi juga jangan kaku, misalnya tidak pakai dalam 2x45 menit. Di luar negeri ada yang membolehkan, jadi kalau mau diubah, monggo, karena kalau tidak ya subsidi klub dipotong terus," imbuh Gusti Randa.
Sepanjang Liga 1 2019, memang ada banyak klub didenda Komdis PSSI akibat aksi flare di lapangan. Denda ratusan juta bahkan mencapai miliran dibebankan ke klub akibat aksi suporter.
Sejatinya, penggunaan flare memang dilarang oleh FIFA dan PSSI. Flare dianggap barang berbahaya karena dapat mengakibatkan kebakaran, selain itu bisa menggangu kesehatan yang dapat mengakibatkan gejala seperti pusing, lemas, mual, muntah, kelelahan, kebingungan.
Sebagai informasi, di era ketika PT Liga Indonesia menjadi operator liga, pyrotechnic (flare/smoke bom) diperbolehkan untuk dinyalakan ketika peluit akhir pertandingan berbunyi.
Sanksi lebih tegas sekarang diberlakukan oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB). Klub yang suporternya tertangkap basah membakar flare ketika pertandingan atau setelah pertandingan akan langsung terkena sanksi berupa denda.