FOOTBALL265.COM - Starting eleven atau pemain inti di lini tengah bagi setiap tim yang dibelanya menjadi buah perjuangan seorang Edu Juanda di era-era keemasan karier sepak bolanya.
Setelah menimba ilmu bersama Medan Jaya Junior, Edu Juanda memulai karier profesionalnya bersama tim kebanggaan Sumatera Utara, PSMS Medan, dari periode 1999-2001.
Di periode itu, prestasi terbaik sang pemain mengantarkan tim berjuluk Ayam Kinantan sampai ke partai semifinal Liga 1 2001 (saat itu masih bernama Divisi Utama Liga Indonesia).
Bersama nama-nama seperti Ariel Gueterrez, Slamet Riyadi, Mourmada Marco, Colly Misrun dan lainnya, PSMS takluk atas PSM Makassar lewat drama adu penalti setelah bermain imbang 2-2 di waktu normal dan perpanjangan waktu.
Setelah itu, pemain kelahiran Deli Serdang, 19 Agustus 1980 ini mencoba peruntungannya dengan bergabung dengan klub sesama Pulau Sumatera asal Riau, PSPS Pekanbaru (2002-2003), yang pada saat itu dijuluki sebagai tim 'Los Galaticos' Indonesia yang dihuni pemain-pemain bertabur bintang.
Usai berpisah dari PSPS, Edu memilih kembali bergabung dengan PSMS di 2004 dan akhirnya setahun kemudian (2005) menerima pinangan berseragam Persebaya Surabaya.
Bersama Persebaya, karier Edu makin mentereng. Ia bisa mencicipi kompetisi kasta tertinggi antar klub Asia, Liga Champions Asia 2005. Saat itu Persebaya tampil dengan status sebagai juara Liga Indonesia edisi 2004.
Namun bersama tim Bajul Ijo itu pula awal karamnya karier sepak bola profesional dari pemain bertubuh mungil ini. Ia mendapat cedera lutut sampai akhir musim 2005.
"Kalau tidak salah saya dapat cedera saat lawan Persik Kediri. Total hanya sekitar 15 laga saja saya main di musim itu (baik Liga Indobesia, Copa Indonesia, dan Liga Champions Asia) sampai akhir musim," kata Edu memulai awal kisahnya kepada INDOSPORT.
Usai cedera itu, karier Edu perlahan-lahan mulai meredup. Sebab, meski sudah membaik, namun cederanya sering kumat, sehingga tempat inti yang sering menjadi langganannya mulai tergerus.
Kendati cedera sering kambuh, Edu sempat berseragam sejumlah klub lainnya seperti PSKPS Padang Sidempuan (2006), Periskabo Bogor (2007), Medan Jaya (2008-2009) dan akhirnya memilih gantung sepatu alias pensiun bersama klub yang telah membesarkan namanya PSMS Medan di tahun 2010.
"Tentu ada rasa trauma dari cedera itu. Sebab saya yang sebelumnya selalu menjadi inti, setelah dapat cedera itu harus puas jadi cadangan. Namun saya tidak dendam karena itu sudah menjadi resiko bagi seorang pemain sepak bola profesional," ucapnya.
Saat era-era keemasannya sebelum cedera, Edu sempat berseragam baju Tim Nasional (Timnas) senior Indonesia untuk sejumlah edisi, mulai dari Kualifikasi Olimpiade dan Tim Indonesia SEA Games 2001 dan 2003 (yang saat itu belum memakai format tim U-23).
Prestasi terbaiknya bersama Tim Garuda yakni meraih tempat keempat SEA Games 2001 usai kalah di perebutan medali perunggu atas Myanmar. Sementara di SEA Games 2003 hanya mampu sampai di penyisihan grup.
Usai pensiun, Edu masih sempat berkecimpung di dunia si kulit bundar. Sempat mengambil lisensi kepelatihan C Nasional 2012 silam, Edu sempat menjadi staf pelatih di tim lokal Medan, PS. Kwarta, dengan mengantarkan tim tersebut menjadi juara liga amatir 2013 dan berhak promosi ke Divisi Utama (saat ini Liga 2) 2014.
Di tahun promosi tersebut, bersama Slamet Riyadi yang menjadi pelatih kepala, PS. Kwarta harus kembali degradasi dan sampai saat ini masih berkutat di kompetisi kasta ketiga tersebut.
Namun setelah itu, pria yang saat ini berstatus wiraswasta ini tidak terlalu aktif di dunia sepak bola. Ia hanya sesekali main dalam event-event turnamen bertajuk old crack.
"Sebagai mantan yang pernah bermain di PSMS, saya tentunya berharap tahun ini PSMS bisa meraih tiket promosi ke Liga 1 setelah musim lalu gagal lolos. Kita doakan bersama-sama cita-cita itu dapat tercapai," pungkasnya.