In-depth

Dinasti Red Bull Kuasai Dunia Sepak Bola, Kontroversi dan Prestasi

Sabtu, 18 April 2020 22:20 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© Getty Images
Perjalanan Red Bull menguasai sepak bola bisa dilacak lebih dari satu dekade lalu, sebuah kisah yang penuh kontroversi dan prestasi. Copyright: © Getty Images
Perjalanan Red Bull menguasai sepak bola bisa dilacak lebih dari satu dekade lalu, sebuah kisah yang penuh kontroversi dan prestasi.

FOOTBALL265.COM - Perjalanan Red Bull menguasai sepak bola bisa dilacak lebih dari satu dekade lalu, sebuah kisah yang penuh kontroversi dan prestasi.

Baru-baru ini jagat media sosial cukup dikejutkan dengan adanya klub baru bernama Red Bull Depok FC. Klub ini dikabarkan akan mengikuti kompetisi Liga 3 2020. 

Namun belakangan pihak Red Bull maupun perwakilan 'klub baru' tersebut sama-sama menyangkal adanya kerja sama antara kedua belah pihak. 

Meski begitu, nama Red Bull terlanjur menggema di sebagian pecinta sepak bola Indonesia. Maklum, kabar partisipasi klub milik Red Bull di Indonesia dianggap sebuah kabar baik. 

Sebab, perusahaan minuman berenergi itu nyatanya memang memiliki pengalaman panjang mengelola klub-klub terkenal di Eropa. Bahkan, eksistensi mereka bisa dilacak dari awal tahun 2000-an. 

Selain menjual produk minuman berenergi, Red Bull juga menyasar pemasaran yang luas. Cakupan perusahaan yang bermarkas di Austria itu sampai ke ranah olahraga. 

Nama Red Bull Racing di Formula 1 mungkin yang paling familier. Namun, dalam tiga tahun belakangan, dunia sepak bola pun semakin akrab dengan jargon merk Red Bull. 

Sebab, sebuah klub raksasa baru di Bundesliga Jerman telah lahir dengan nama RB Leipzig. Perlahan tapi pasti RB Leipzig kini menjelma menjadi klub papan atas Jerman dan bahkan Eropa. 

Salzburg dan Jejak Red Bull di Sepak Bola

Kota Salzburg (ibu kota Austria) dipilih Red Bull sebagai pelabuhan pertama mereka di olahraga sepak bola. 

Red Bull yang dipimpin oleh Dietrich Mateschitz mengambil alih sebuah klub tua dari Austria bernama SV Austria Salzburg. Klub yang didirikan tahun 1933 itu resmi berganti nama menjadi Red Bull Salzburg ketika resmi diakuisisi Mateschitz pada tahun 2005. 

Tak cuma nama dan warna jersey, Red Bull juga melakukan perombakan besar pada jajaran manajemen dan staf sehingga RB Salzburg lebih sering dijuluki 'klub baru tanpa sejarah' ketimbang merujuk pada SV Austria Salzburg. 

Hal ini pun menimbulkan kontroversi. Sejumlah suporter asli klub dengan warna asli kebesaran ungu itu menolak kedatangan Red Bull karena dianggap mengubah identitas klub. Namun lambat laun suara protes ini pun meredup. 

Kedatangan Red Bull di klub Salzburg memberikan suntikan kekuatan signifikan terhadap prestasi tim. Klub yang berganti warna dari ungu ke putih-merah ini membuka musim 2006-2007dengan mendatangkan pelatih kawakan Italia, Giovanni Trapattoni. 

© getty images
RB Salzburg menjuarai Liga Austria. Copyright: getty imagesRB Salzburg menjuarai Liga Austria.

Di bawah asuhan Trapattoni, Red Bull Salzburg berhasil meraih juara Bundesliga Austria 2006-2007 (gelar keempat tim sepanjang sejarah). Prestasi pun seakan tak pernah berhenti setelah itu.

Tercatat total 10 gelar juara liga berhasil mereka raih selama dimiliki oleh Red Bull. Enam gelar di antaranya diraih secara beruntun dari musim  2013-2014 sampai 2018-2019 lalu. Pencapaian ini  menjadikan mereka sebagai klub paling kuat di Austria. 

Berkat Saran Beckenbauer

Austria bukan satu-satunya sasaran Red Bull dalam menancapkan pengaruhnya di sepak bola. Dalam waktu relatif bersamaan, mereka juga melakukan penjajakan sampai ke Amerika Serikat, Brasil, hingga Ghana. 

Dan di waktu relatif bersamaan pula, mereka mengincar level tertinggi sepak bola dunia, yakni ke liga tetangga, Bundesliga Jerman. 

Penjanjakan Red Bull dengan sepak bola Jerman sudah dimulai dari tahun 2006. Atas saran legenda hidup Jerman, Franz Beckenbauer, Red Bull akhirnya memutuskan berinvestasi di Kota Leipzig. 

Beckenbauer yang merupakan karib akrab Dietrich Mateschitz memang tak asal pilih. Di kota itu memang ada sebuah klub potensial yang tengah sekarat, FC Sachsen Leipzig.

Red Bull pun berinvestasi 50 juta euro di klub kasta keempat Liga Jerman itu. Memiliki klub di Jerman memang tak sesimpel yang dibayangkan. Maklum tradisi 'klub kaya baru' seperti Man City di Inggris tidak lazim terjadi di Bundesliga. 

Hal ini segera menjadi batu sandungan bagi Red Bull. Investasi klub di FC Sachsen Leipzig akhirnya batal terwujud karena adanya penolakan dari otoritas sepak bola Jerman dan suporter klub. 

Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB), menentang proposal klub baru dengan nama FC Red Bull Sachsen Leipzig karena mereka takut pengaruh kental perusahaan Austria itu menelan identitas klub. 

Peraturan DFB tidak memungkinkan untuk mengubah nama klub untuk tujuan iklan atau investor eksternal untuk mendapatkan suara terbanyak. Aturan ini sendiri berlaku dari mulai Bundesliga 1 sampai kasta keempat di bawahnya. 

Klub Baru Jerman Timur

Red Bull pun mulai menjajaki sejumlah klub di Jerman Barat seperti Fortuna Dusseldorf serta St. Pauli. Namun seperti halnya FC Sachsen Leipzig, rencana tersebut mengalami kesulitan hukum. 

Walau begitu, Red Bull tak kehabisan akal. Seakan tak bisa menolak saran Beckenbauer, Red Bull kembali melakukan penjajakan di Leipzig, Jerman Timur.

Namun kali ini mereka tak mengakuisisi klub kasta keempat. Alih-alih mengakuisisi klub profesional, mereka berniat membuat klub baru yang benar-benar didesain menjadi milik Red Bull. 

Aturan di Jerman memperbolehkan pembentukan klub baru dengan syarat harus bermain dari kasta kelima alias liga paling rendah.

Red Bull pun segera membeli klub amatir di barat Leipzig bernama SSV Markranstädt. Aturan DFB soal kepemilikan klub cuma berlaku untuk Bundesliga sampai kasta keempat. 

Itulah sebabnya Red Bull tak menemui hambatan saat membeli SSV Markranstädt. Bisa dibilang, SSV Markranstädt adalah klub profesional baru milik Red Bull. 

Pada 19 Mei 2009, klub RasenBallsport Leipzig pun lahir di Leipzig.  Red Bull segera memperkerjakan orang-orang terbaik di level manajemen seperti Andreas Sadlo (chairman) dan Joachim Krug (direktur teknik). 

Penggunaan RasenBallsport (Lawn Ball Sports) sendiri merupakan 'plesetan' dari RB (Red Bull). Hal ini untuk mengantisipasi masalah di masa depan antara mereka dengan DFB terkait penggunaan nama sponsor di klub.  

Pada 2009, RB Leipzig resmi menjadi klub sepak bola kelima yang dimiliki Red Bull setelah Red Bull Salzburg, Red Bull Brasil, New York Red Bulls, dan Red Bull Ghana. 

Ralf Rangnick dan Kesuksesan RB Leipzig

Bicara sepak bola, tentu Bundesliga Jerman jadi perhatian utama Red Bull ketimbang kompetisi yang mereka ikuti di negara-negara lainnya. 

Bak kisah dongeng, klub kasta rendah Jerman, RB Leipzig, pun kini sudah bermain di Bundesliga. Red Bull memang tak tanggung-tanggung dalam mengelola klub. 

Selain sokongan dan besar, mereka juga mendatangkan orang-orang terbaik dari mulai manajemen, pelatih, sampai pemain. 

Kunci keberhasilan RB Leipzig mungkin ada pada keputusan klub mendatangkan Ralf Rangnick. Ralf Rangnick tiba di RB Leipzig pada musim 2012-2013. Menariknya, ia datang bukan sebagai pelatih kepala, melainkan ditunjuk sebagai direktur olahraga. 

Ternyata, Rangnick juga memiliki kemampuan mumpuni sebagai seorang pencari bakat. Kejeliannya dalam mencari pemain-pemain yang tepat guna di Hoffenheim rupanya membuat Leipzig tertarik untuk menyodorinya peran sebagai direktur olahraga. 

Hasilnya, RB Leipzig yang di masa itu dikenal sebagai tim kasta bawah, mulai mencuri perhatian dengan promosi ke Bundesliga 2 pada musim 2014-2015. 

© Laurence Griffiths/Getty Images
Fans RB Leipzig Copyright: Laurence Griffiths/Getty ImagesFans RB Leipzig

Di musim tersebut Leipzig melakukan investasi besar-besaran dengan mendatangkan pemain-pemain potensial seperti Davie Selke dari Werder Bremen, Atınç Nukan dari Beşiktaş, sampai Willi Orban dari FC Kaiserslautern.

Ternyata pemain-pemain ini menjadi tulang punggung yang membantu tim promosi di akhir musim 2015-2016. Siapa lagi otak kesuksesan itu kalau bukan buah karena pengamatan jeli seorang Ralf Rangnick.

Kini, RB Leipzig yang sudah dilatih oleh pelatih muda terbaik Jerman, Julian Nagelsmann, tengah berjuang di tangga juara Bundesliga dan Liga Champions Eropa musim 2019-2020.

Meski begitu, kontroversi tetap menggelayuti mereka. Sejumah suporter di Bundesliga Jerman menganggap RB Leipzig sebagai klub 'ilegal' karena telah merusak tradisi tim-tim Jerman yang tak mengenal istilah 'klub sponsor'.