Gajah Mungkur Muria Tama: Everton dari Desa di Pentas Galatama
Meski berasal dari desa, namun Gajah Mungkur Muria Tama punya spirit tinggi kala bertanding di lapangan. Bak jelmaan klub Liga Inggris, Everton di mana selalu menjadi batu sandungan tim-tim besar.
Tangan dingin pelatih legendaris Daniel Roekito yang diboyong dari PON Jateng saat itu berbuah manis. Meski mengakhiri musim di papan bawah, namun mereka kerap menyulitkan, bahkan menang atas tim-tim yang dianggap banyak orang lebih mapan.
Salah satu tim yang 'punya dendam' adalah klub raksasa saat itu, Pelita Jaya. Hingga menjelang garis finis kompetisi Galatama 1991/1992, klub milik Nirwan Darmawan Bakrie itu bersaing ketat dengan Arseto Solo sebagai calon juara.
Secara hitung-hitungan di atas kertas, Pelita jelas diunggulkan mengingat punya materi bertabur bintang, seperti Bambang Nurdiansyah, Alexander Saununu, Iwan Setiawan, Maman Suryaman, Bonggo Pribadi, I Made Pasek Wijaya, hingga Rully Nere. Terlebih, tim asal Ibu Kota butuh kemenangan untuk mengudeta Arseto dari puncak.
Namun di Stadion Wergu Wetan, 9 Februari 1992 jadi pembuktian sahih jika sepak bola bukanlah matematika. Gajah Mungkur membalikkan prediksi dan menang 1-0 berkat gol Sutamto.
Bagi anak-anak Kudus, kemenangan itu memang tak berpengaruh banyak di klasemen. Hanya, kekalahan Pelita Jaya bak tamparan keras sekaligus mendekatkan Arseto ke tahta kampiun yang akhirnya diraih tim Biru Langit di akhir musim.
"Dari awal semua orang memprediksi Pelita Jaya yang menang, ya karena kualitas timnya memang jauh. Namun situasi itu justru membuat kita termotivasi dan akhirnya menang sekaligus menjegal mereka untuk juara yang akhirnya diraih Arseto Solo," ucap Aris Budi.
"Melawan Pelita Jaya jadi pertandingan paling berkesan bisa mengalahkan tim sebesar mereka. Kemenangan kita akhirnya ya membantu Arseto Solo juara," timpal Ratmoko sembari berkelakar.
Soal cerita penjegal Pelita Jaya, Daniel Roekito punya cerita tersendiri. Dirinya justru baru mengetahui jika laga itu krusial bagi Pelita Jaya setelah beberapa waktu pascakompetisi berakhir.
"Selama saya jadi pelatih ya intinya ingin menang, tidak peduli home atau away. Jadi saya malah tidak tahu kalau ada cerita perebutan juara antara Arseto dan Pelita Jaya," ungkap Daniel.
"Saya sampai dibenci oleh pemilik Pelita Jaya (Nirwan Bakrie) karena mengalahkan mereka. Namun bagi saya saat itu tidak memikirkan tim lain termasuk Arseto Solo juara, tapi bermain harus menang," tegas sosok yang kini tinggal di Kota Semarang tersebut.
Liga Galatama 1991/1992 jadi musim pertama dan terakhir bagi Gajah Mungkur Muria Tama di akhir kompetisi. Selesainya kontrak kerja sama antara PT Sukun Kudus dengan Gajah Mungkur disebut-sebut sebagai faktor bubarnya tim itu.
Terlebih, klub asli Kota Kretak, Persiku Kudus yang bermain di Liga Perserikatan lebih banyak mendapat dukungan dari para penonton.