In-depth

Cerita Kelam AC Milan Degradasi 2 Kali dan di Ambang Kebangkrutan

Selasa, 28 April 2020 12:21 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
 Copyright:

FOOTBALL265.COM - Periode sulit yang tengah menimpa AC Milan saat ini bukanlah yang terburuk dalam sejarah klub. Sebab di masa silam, I Rossoneri pernah 2 kali terdegradasi ke Serie B.

Klub Serie A Italia, AC Milan, tengah mengalami keterpurukan selama hampir satu dekade ini. Untuk lima musim beruntun I Rossoneri gagal bermain di Liga Champions Eropa. 

Gianluigi Donnarumma dkk terakhir kali merasakan gelar juara utama pada 2011 silam kala menjuarai Serie A Italia. Setelah itu hanya Piala Super Italia yang mampir ke lemari trofi Rossoneri. 

Kejatuhan Milan sudah tercium pada akhir musim 2012 ketika dilepasnya Ibrahimovic dan Robinho yang disusul dengan pensiunnya sejumlah besar bintang Rossoneri di tahun itu.

Dari musim 2013-2014 sampai 2018-2019 Milan secara beruntun finis di posisi ke 8, 10, 7, 6, 6, dan 5. Ini merupakan periode terburuk Milan dalam dua dekade terakhir. 

Meski begitu, sejatinya periode sulit yang tengah menimpa Milan saat ini bukanlah yang terburuk dalam sepanjang sejarah klub. Faktanya, AC Milan pernah terdegradasi dua kali ke Serie B. 

2 Kali Degradasi

Pada dekade 50-an sampai akhir 60-an AC Milan melalui masa keemasan pertama mereka di sepak bola Eropa dan dunia. Pada periode ini Milan sukses merengkuh 6 scudetto, 3 liga champions, 1 Piala Interkontinental dan 1 Piala Winners. 

Milan adalah tim kompetitif yang mampu secara konsisten bersaing di papan atas. Selain berbagai gelar juara , Cesare Maldini dkk merasakan 4 kali runner up Serie A dan 1 kali Liga Champions. 

Capaian ini perlahan mengalami penurunan di sepanjang dekade 70-an. Dalam 10 tahun, Milan cuma meraih 1 scudetto, 2 Coppa Italia, dan 1 Piala Winners.

Meski begitu, Milan tetaplah termasuk dalam jajaran tim elite. DI dekade ini Milan meraih 3 kali runner up Serie A, 3 kali runner-up Coppa Italia, 1 kali runner-up Liga Champions dan Piala Winners. 

Namun, semuanya berubah 180 derajat ketika pada akhir musim 1979-1980 Milan harus terdegradasi ke Serie B. Meski finis di peringkat ketiga klasemen, AC Milan harus terdegradasi ke kasta kedua setelah terseret dalam skandal perjudian Totonero. 

Mirip Calciopoli 2006, skandal Totonero pada 1980 menyeret sejumlah klub-klub besar Italia. Skandal ini jadi awal kejatuhan Milan di awal 1980-an. 

AC Milan cuma butuh semusim untuk bisa kembali berlaga di Serie A setelah menjuarai Serie B 1980-1981. Namun, di musim 1981-1982 penampilan Milan bak tim medioker di Serie A. 

Untuk pertama kalinya mereka finis di peringkat ke-14 klasemen akhir liga yang membuat mereka kembali terdegradasi ke Serie B. Di musim itu Milan cuma meraih 7 kali menang, 10 seri, dan menderita 13 kekalahan dari 30 laga. 

Setelah menjuarai Serie B untuk yang kedua kalinya, Milan kembali berlaga di Serie A pada musim 1983-1984. Namun, Milan belum bisa benar-benar bangkit karena selama tiga musim setelahnya mereka terus terlempar dari papan atas. Bahkan, I Rossoneri mengalami kesulitan finansial yang cukup hebat. 

Masa Transisi

Nasib AC Milan berubah drastis pada awal tahun 1986. Seorang pengusaha media asal Italia, Silvio Berlusconi, mengakuisisi AC Milan dan menyelamatkan mereka dari kebangkrutan. 

Masuknya Berlusconi kembali memulihkan status keelitan AC Milan. Berlusconi mendatangkan pelatih yang tengah naik daun di Serie A kala itu, Arrigo Sacchi. 

Secara jeli, manajemen baru Milan juga mendatangkan tiga pemain muda Belanda yang tengah berkembang. Mereka adalah Frank Rijkaard, Marco van Basten, dan Ruud Gullit. 

Bersama bintang-bintang lokal seperti Paolo Maldini, Franco Baresi, Alessandro Costacurta, Carlo Ancelotii, Roberto Donadoni, dan lainnya, AC Milan kembali menguasai Eropa dan dunia. 

Mirip Barcelona era Guardiola, AC Milan di masa itu meraih kejayaan besar dengan menguasai Italia dan Eropa mulai dari akhir 80-an sampai pertengahan 90-an. 

Dari 1987 sampai 1996, sebanyak 5 gelar Serie A mampir ke lemari trofi Rossoneri. Disusul oleh 3 gelar Liga Champions, 3 kali Piala Super Eropa, dan Piala Interkontinental.