FOOTBALL265.COM - 8 Agustus 2001 atau tepat 19 tahun silam jadi hari yang tak bisa dilupakan bomber legendaris, Seto Nurdiyantoro. Masih berseragam Pelita Solo, Seto dan kawan-kawan menghadapi partai krusial menjamu PSS Sleman dalam laga pamungkas Grup Timur di Stadion Manahan.
Hanya kemenangan, satu-satunya hasil yang bisa menyelamatkan tim kebanggaan Pasoepati dari jurang degradasi. Tak pelak, duel melawan tim Laskar Sembada jadi partai hidup mati bagi klub miliki Nirwan Bakrie tersebut.
Pelita Solo langsung tampil trengginas sejak kick off dan memunculkan Seto Nurdiyantoro sebagai pahlawan. Dia mencetak empat gol alias quattrick dalam kemenangan akhir 4-1 untuk tuan rumah.
Borongan empat gol itu dicetak pada menit ke-22, 49, 77, dan 84. Sementara tim tamu hanya mampu memperkecil skor lewat sepakan M. Nurhuda. Usai pertandingan, Seto disanjung bak pahlawan oleh ribuan suporter Pasoepati yang memadati stadion.
"Empat gol itu jadi torehan pertama saya selama berkarier di Liga Indonesia. Tentu jadi sebuah kebanggaan, apalagi posisi kami saat itu benar-benar kritis dan hampir degradasi," kata Seto kepada INDOSPORT.
Kemenangan itu membuat Pelita Solo finish di posisi ke-11 atau batas aman terakhir dengan 25 poin. Hasil itu sekaligus mengirim Persijap Jepara turun kasta ke Divisi I karena terpaut dua poin saja. Dua tim lain yang lebih dulu memastikan degradasi adalah Persma Manado dan Putra Samarinda.
Uniknya, Seto justru belabuh ke PSS di Liga Indonesia musim selanjutnya. Dia jadi bintang di klub tanah kelahiran.
"Karena setelah musim berakhir, Pelita kan pindah ke Cilegon. Saya ingin klub yang dekat dengan keluarga dan kebetulan PSS memberikan tawaran," ujarnya.
Performa Pelita Solo saat itu berbanding 180 derajat dibanding musim sebelumnya yang mampu lolos ke babak 8 besar. Secara materi pemain lokal juga sejatinya tak banyak perubahan dengan banyaknya bintang-bintang Timnas Indonesia. Namun, seretnya gaji disebut-sebut sebagai faktor melempemnya penampilan Pelita Solo.