FOOTBALL265.COM - Sepak bola Indonesia era 1980-an hingga pertengahan 1990-an mengenal sebuah kompetisi elite bernama Galatama yang sempat bergulir selama 13 musim (1979-1994) sebelum dilebur jadi satu dengan Perserikatan demi melahirkan era profesional pada 1994.
NIAC Mitra merupakan salah satu penguasa Galatama, terutama dekade 1980-an. Klub yang bermarkas di Surabaya tersebut merengkuh titel sebanyak tiga kali, rekor terbaik di jajaran kampiun lain bersama Pelita Jaya.
Masa kejayaan NIAC Mitra memunculkan satu nama yang selalu terlibat dalam setiap keberhasilan merengkuh trofi, mulai dari edisi 1980/82, 1982/83, hingga 1987/88. Siapa lagi kalau bukan Muhammad Zein Al Hadad, sang striker haus gol keturunan Arab.
Al Hadad tercatat berada dalam skuat NIAC Mitra sejak musim perdana Galatama (1979/80). Dia memang sudah tergabung di klub yang identik dengan seragam hijau ini sebelum kompetisi semi-amatir diputar oleh PSSI.
"Sebelum ada Galatama itu nama klub belum NIAC Mitra, tapi Mitra Muda. Saya berjuang dari tim junior sampai menembus tim utama. Di Galatama I, kami bisa langsung menduduki posisi runner-up di bawah Warna Agung," kata Al Hadad seperti dikutip dari Tabloid BOLA edisi 2.911 (Selasa, 9 Oktober 2018).
Berselang semusim kemudian, NIAC Mitra akhirnya mencicipi sensasi menjuarai Galatama. Sukses yang berulang di musim berikutnya saat bermaterikan pemain-pemain top nasional plus dua legiun asing asal Singapura, David Lee dan Fandi Ahmad.
"Kami waktu itu memakai pemain asing karena aturan baru PSSI pada 1982, tapi setahun kemudian dihapus. Keberadaan David Lee dan Fandi Ahmad memang memperkuat tim, tapi sesungguhnya materi pemain lokal NIAC Mitra memang sudah bagus sehingga layak juara edisi 1982/83," ucap Al Hadad.
Pria yang akrab disapa Mamak ini tidak ketinggalan bercerita soal pencapaian emas terakhir NIAC Mitra. Sebuah kenangan indah bagi Al Hadad mengingat kala itu dia mempersembahkan titel Galatama ketiga sebagai kapten tim.
Momentum kepastian juara NIAC Mitra terjadi pada laga melawan Semen Padang, 30 Maret 1988. Ketinggalan terlebih dahulu di babak pertama, pasukan Mohammad Basri memukul balik berkat kontribusi Kusnan (52’) plus Mamak (63’).
Hal ini membuat NIAC Mitra yang sejatinya masih menyisakan dua laga bisa bersantai. Duel kontra duo rival utama dalam perburuan titel, Arseto dan Pelita Jaya, sudah tak lagi menentukan lantaran bersifat formalitas belaka.