Jangan Ragu Berguru pada Barcelona Milik Cruyff, Ronald Koeman!
Situasi ini bukan pertama kalinya dihadapi oleh Barcelona. Di masa silam, kondisi serupa pernah dialami oleh pelatih legendaris mereka, Johan Cruyff.
Pada saat datang melatih di Barcelona tahun 1988, Johan Cruyff diwarisi tim yang telah lapuk. Perpecahan terjadi di dalam tim aantarpemain dengan petinggi klub.
Akhirnya, pada tahun 1988, Cruyff mendepak 13 pemain sekaligus termasuk bintang-bintang senior mereka kala itu Schuster, Victor, Manolo, Cristobal, dan Moratalla.
Bahkan, setahun kemudian Gary Lineker juga ikut didepak karena tak masuk rencana Cruyff. Setelah itu, Cruyff membangun tim dengan darah-darah muda sesuai yang ia mau seperti Bakero, Begiristain, Eusebio, dan tentu saja Ronald Koeman.
Hasilnya? Barcelona meraih masa kejayaan dengan merebut tiga gelar LaLiga beruntun dan Liga Champions Eropa 1992.
Johan Cruyff bukan satu-satunya yang melakukan cara itu. Meski tak semasif Cruyff, Pep Guardiola juga sempat melakukannya kala ditunjuk menjadi pelatih kepala di menggantikan Frank Rijkaard di tahun 2008.
Ia dengan tegas ingin menyingkirkan tiga pilar Barcelona yang berjaya di bawah Rijkaard, yakni Ronaldinho, Deco, dan Samuel Eto'o. Ronaldinho dan Deco meninggalkan Barca di akhir musim 2009, sementara Eto'o hengkang pada 2010.
Guardiola pun berfokus pada kekuatan Lionel Messi sebagai pemain terbaik dunia disokong oleh Andres Iniesta, Xavi Hernandez, Javier Mascherano, dan lainnya.
Bak Cruyff dan Guardiola sama-sama meraih kesuksesan besar setelah melakukan revolusi yang tak bisa dihindari. Lalu, apakah Ronald Koeman memiliki keberanian dan kemampuan yang sama untuk menerapkan hal tersebut di Barcelona saat ini?