Kingsley Coman, The King Sesungguhnya di Antara Para Megabintang Dunia
Sepanjang perjalanan kariernya di dunia sepak bola, Kingsley Coman baru merasakan kompetisi di level senior selama kurang lebih tujuh musim. Pertama kali ia mencicipi ranah kompetitif pada usia yang sangat muda, yakni 16 tahun.
Coman menimba ilmu sepak bola bersama tim Paris Saint-Germain muda sejak 2011 silam. Dalam perjalananya, bakatnya telah tercium sejak di usia muda. Perlahan demi perlahan, ia naik tingkat ke level atasnya.
Puncaknya terjadi di musim 2013. Tepat di usianya yang baru 16 tahun delapan bulan, Coman diberikan kesempatan debut oleh Carlo Ancelotti. Pada menit ke-87 ia dimasukkan menggantikan Marco Verratti kala menghadapi Sochaux di Ligue 1 Prancis 2012/13.
Tiga menit di atas lapangan cukup membuat Coman menyandang status debutan termuda sepanjang sejarah PSG. Setelahnya, jalan tejal pun ia lalui. Ia tak lagi mendapat panggilan ke tim senior di musim selanjutnya.
Alhasil Coman pun keluar dari zona nyamannya dan hijrah ke Italia dengan bergabung Juventus pada 2014. Di Turin, kesempatan pun datang untuknya. Bahkan di musim perdananya, ia mampu tampil sebanyak 20 kali dengan total 673 menit bermain. Satu gol dan dua assist pun mengiringi musim perdananya di negeri pizza.
Apa yang ia tampilkan di Juventus sejatinya cukup baik. Pada akhirnya di tahun 2015, Bayern Munchen datang dan meminjamnya. Dari sinilah kepercayaan dirinya meningkat tajam dan berhasil memainkan 37 penampilan di berbagai ajang dengan torehan enam gol dan 12 assist.
Mengetahui talenta yang dimiliki Coman dalam masa peminjamannya, Bayern Munchen pun lantas mengambil langkah jitu dengan mempermanenkannya. Mahar 21 juta euro (Rp363 miliar) dikeluarkan The Bavarian pada 2017.
Memiliki nama besar seperti Franck Ribery dan Arjen Robben di depannya membuat perkembangan Coman meningkat drastis. Dari kedua winger hebat inilah, kemampuannya mulai terasah. Tak pelak, ekspektasi besar pun menghinggapinya untuk menjadi suksesor keduanya. Berhasilkah?
Setelah Ribery dan Robben pergi, Coman tak lantas bisa menutupi kepergian keduanya. Produktifitasnya tak sebaik seniornya. Namun hal ini tak lantas membuat Bayern Munchen patah arang. Mereka tahu, harus berhati-hati dalam mengembangkan talenta pemain sepertinya.
Ekspektasi untuk Coman tersebut pun perlahan memudar setelah mencuatnya nama Serge Gnabry. Ditambah lagi, Bayern Munchen mendatangkan Leroy Sane. Kedatangannya tersebut diyakini membuat posisi Coman di tim utama terancam.
Tak adanya beban di punggungnya serta namanya yang mulai larut ditengah gemerlapnya skuat Bayern Munchen memberi efek penting baginya. Coman bisa tampil lepas dalam bermain.
Hasilnya? Satu gol di final Liga Champions 2019/20 mampu ia sarangkan ke jala mantan timnya. Pergerakannya bahkan mampu membuat lini belakang PSG kalang kabut. Ia menjadi sosok pembeda di tengah terbatasnya pergerakan Lewandowski dan Gnabry.
Berkat hilangnya nama Coman di benak orang membuat ia bermain leluasa. Mungkin para pemain PSG terkejut karena menurut mereka ancaman akan lahir dari Gnabry dan Lewandowski. Inilah yang menjadi fokus Thomas Tuchel pasca laga.
“Kami mengira Bayern Munchen akan membuat dua perubahan. Tapi sedikit mengejutkan ia (Coman) menjadi starter. Perisic bermain baik di pertandingan terakhir. Kecepatannya (Coman) sulit dihentikan,” tutur Tuchel.