FOOTBALL265.COM - Pengujung 1994 menjadi tonggak penting dalam perjalanan sejarah sepak bola Indonesia. Di sinilah era profesional hasil peleburan dua kompetisi nasional, yakni Perserikatan (1931-1994) dan Galatama (1979-1994), mulai bergulir.
Latar belakang era baru berkaitan dengan keinginan PSSI memaksimalkan kelebihan masing-masing kompetisi dan melebur Galatama-Perserikatan menjadi satu liga yang profesional.
Sekadar mengingatkan, gaung Galatama yang notabene tinggal selangkah lagi memasuki level profesional justru kalah jauh dari Perserikatan. Stadion-stadion relatif sepi karena klub-klub kurang memiliki basis suporter di daerah.
Berbeda dengan klub-klub Perserikatan yang sangat mengakar, contoh Persib dan Persebaya. Rata-rata warga Bandung dan Surabaya adalah pendukung setia Persib dan Persebaya, bukan Mastrans Bandung Raya dan NIAC Mitra (Galatama).
Hal ini menjadi faktor utama penyebab sederet klub raksasa Galatama gulung tikar dalam usia yang terbilang masih seumur jagung, seperti Pardedetex (Medan), Sari Bumi Raya (Bandung), Yanita Utama (Bogor), serta Krama Yudha Tiga Berlian (Palembang).
Padahal, Galatama merupakan cetak biru kompetisi sepak bola modern di Indonesia yang kala itu berupaya melakukan terobosan baru menuju era profesional. Petinggi PSSI dan pelaku bal-balan lantas bergerak merumuskan formula revolusioner bernama Liga Indonesia pada 1994.
Dari situlah era baru sepak bola Indonesia dimulai. Sebuah momentum yang menandai perjalanan selama lebih dari seperempat abad ke depan hingga tahun ini.
Semangat memajukan sepak bola Indonesia begitu menggebu-gebu kala itu. Persib Bandung yang berpredikat juara Perserikatan 1994 serta Pelita Jaya selaku jawara Galatama 1994 dipertemukan satu sama lain di laga pembuka Liga Indonesia alias Liga Dunhill.
Duel sengit ini berlangsung di Stadion Utama Senayan (sekarang SUGBK), Jakarta, pada 27 November 1994. Beberapa saat sebelum sepak mula, Wakil Presiden RI, Try Sutrisno, secara simbolis membuka via penyerahan bola kepada wasit I Made Sudra.
Belakangan, Pelita Jaya muncul sebagai pemenang berkat gol semata wayang Dejan Glusevic. Striker berpaspor Montenegro itu menceploskan bola menggunakan kepala menyambut umpan silang akurat kapten tim, Puspom Maripa.
“Gol ini saya dedikasikan untuk semua elemen Pelita Jaya, terutama Bapak Nirwan Bakrie serta istri dan calon anak saya,” ujar Glusevic yang kala itu tengah menantikan kelahiran anak pertama seperti dikutip dari Tabloid BOLA edisi 561 (minggu pertama Desember 1994).
Dejan Glusevic adalah pencetak gol pertama Liga Indonesia, tapi takdir kesuksesan sang pemain bukanlah bersama Pelita Jaya. Berselang dua bulan kemudian, dia hijrah ke Mastrans Bandung Raya dan meraih gelar juara plus sepatu emas pada musim berikutnya (1995-1996).
Liga Dunhill 1994-1995 menggunakan sistem dua wilayah yang masing-masing terdiri dari 17 klub. Kendati keok di partai pembuka, Persib Bandung justru bersuka cita di akhir musim lantaran berhasil merengkuh trofi usai menekuk Petrokimia Putra dengan skor tipis 1-0 di final.
Susunan Pemain:
Pelita Jaya (3-5-2): Listianto Raharjo; Herrie Setiawan, M. Bozovic, Bonggo Pribadi; Puspom Maripa, I Made Pasek Wijaya, M. Bajovic (Giman Nurjaman), Ansyari Lubis, Tiastono Taufik; D. Glusevic, Buyung Ismu
Cadangan: ?
Pelatih: Mundari Karya
Persib (3-5-2): Aries Rinaldi; Yadi Mulyadi, Robby Darwis, Roy Darwis; Nandang Kurnaedi, Hendra Komar, Yoesoef Bachtiar, Yudi Guntara, Asep Sumantri (Asep Kustiana); Asep Dayat, Sutiono (Kekey Zakaria)
Cadangan: ?
Pelatih: Indra Thohir
Stadion: Gelora Bung Karno (60.000)
Gol: Dejan Glusevic 60’
Wasit: I Made Sudra
Kartu Kuning: ?
Kartu Merah: -