In-depth

Sejarah Batalnya Hattrick Juara Roger Milla di Piala Afrika, Diteror Diktator Mesir?

Minggu, 21 Maret 2021 08:05 WIB
Editor: Indra Citra Sena
 Copyright:

FOOTBALL265.COM - Nama Roger Milla begitu melegenda di Benua Afrika. Striker yang sempat dua tahun merumput di Liga Indonesia bareng Pelita Jaya (1995) dan Putra Samarinda (1996) ini dikenal luas berkat aksi fenomenal membawa timnas Kamerun menembus perempat final Piala Dunia 1990.

Sebelum bersinar di Piala Dunia, Milla terlebih dulu merajai Piala Afrika bersama Kamerun era 1980-an. Dia berandil besar atas prestasi Les Lions Indomptables alias Gerombolan Singa Perkasa menjejak final dalam tiga edisi beruntun (1984, 1986, 1988).

Milla juga nyaris menorehkan rekor abadi sebagai pemain pertama yang mampu mencatat hattrick juara Piala Afrika. Dia gagal meraih medali emas turnamen akibat kalah adu penalti dari tim tuan rumah, Mesir, 21 Maret 1986.

Ceritanya, Roger Milla menjadi bintang kejuaraan waktu itu karena tajam dan kerap menentukan kemenangan atau sekadar menghindarkan kekalahan Kamerun, seperti ketika menekuk Aljazair (fase grup; 3-2) dan Pantai Gading (semifinal; 1-0), serta mengimbangi Maroko (fase grup; 1-1). 

Namun, penampilan Milla menurun drastis di partai final. Dia tidak bisa membongkar rapatnya pertahanan Mesir selama 90 menit plus setengah jam babak ekstra. Adu penalti tidak terhindarkan lagi guna mencari jawara Piala Afrika 1986.

Di sini, peruntungan Mesir lebih bagus. Sebanyak lima dari enam algojo sukses menjalankan tugas, sedangkan dua dari enam eksekutor Kamerun, yakni Gregoire M’Bida dan Andre Kana-Biyik, gagal.

Alhasil, Kamerun terpaksa mengubur mimpi juara dan mereka hanya bisa menyaksikan selebrasi Mesir yang baru saja mengakhiri paceklik gelar Piala Afrika yang telah berlangsung selama 27 tahun sejak 1959.

Roger Milla mengantongi predikat pemain tertajam Piala Afrika 1986, tapi perasaannya terganggu karena kehilangan trofi juara. Belakangan, dia membeberkan bahwa Kamerun bisa juara kalau saja tidak ada teror psikologis sepanjang turnamen.   

Sekadar mengingatkan, situasi politik dan keamanan dalam negeri Mesir di Piala Afrika 1986 memang jauh dari kesan kondusif serta seringkali diterpa serangan teroris yang kontra terhadap rezim pemerintahan otoriter Presiden Hosni Mubarak. 

“Piala Afrika 1986 berlangsung saat situasi politik Mesir sedang tidak kondusif dan membahayakan," cetus Roger Milla seperti dilansir Le Point Sports

"Kami sungguh ketakutan saat itu, terutama para pemain muda. Kami gagal juara bukan semata-mata lantaran kalah adu penalti di final, melainkan juga teror psikologis,” pungkasnya.