FOOTBALL265.COM - Akhir 2016, dunia sepak bola dibuat berduka dengan insiden jatuhnya pesawat terbang yang ditumpangi klub asal Brasil, Chapecoense. Sebanyak 19 pemain tewas dalam kecelakaan tragis itu, termasuk pelatih Luiz Carlos Saroli.
Pesawat LaMia bertipe Avro RJ85 itu diketahui kehabisan bahan bakar di tengah perjalanan sehingga terpaksa mendarat darurat di daerah Antioquia, Kolombia.
Tujuan awal penerbangan yakni Bandara International Jose Maria Cordova, Rionegro, dengan perkiraan tiba pada 29 November dini hari waktu setempat.
Chapecoense kala itu hendak melakoni pertandingan final leg I Copa Sudamericana kontra Atletico Nacional pada 30 November. Duel penentuan juara akhirnya dibatalkan dan trofi diberikan secara cuma-cuma kepada Chape atas permintaan kubu lawan sebagai bentuk penghormatan.
Peristiwa sejenis rupanya pernah terjadi di masa lalu. Bedanya, partai final tetap digelar meski skuat salah satu tim compang-camping akibat kehilangan sebagian besar pemain inti pasca-kecelakaan pesawat.
Momen semacam ini dirasakan oleh Manchester United di final Piala FA 1958. Tim Setan Merah menantang Bolton Wanderers bermodalkan skuat seadanya lantaran belum lama tertimpa musibah yang dikenal dengan sebutan Tragedi Munich.
Personel reguler yang tersisa setelah insiden tragis itu tinggal dua nama, yakni Bill Foulkes dan Bobby Charlton. Keduanya secara ajaib selamat dari kecelakaan pesawat dan cuma menderita luka ringan tanpa cedera serius.
Penghuni susunan starter selain Foulkes dan Charlton adalah kombinasi pemain muda serta para pelapis yang tadinya jarang bermain. Wajar bila penampilan Manchester United sangat jauh dari ekspektasi publik.
Have one on us, Nat! On this day in 1958 #BWFC won the FA Cup, beating @ManUtd 2-0 at Wembley 🏆 #WeAreBolton pic.twitter.com/Ss5mxRqU1A
— Bolton Wanderers (@OfficialBWFC) May 3, 2016
Sebaliknya, Bolton seolah mengambil keuntungan di balik musibah dan penderitaan Manchester United. Klub penyandang seragam putih itu memetik kemenangan dua gol tanpa balas berkat sepasang aksi Nat Lofthouse pada awal babak pertama dan kedua, 3 Mei 1958.
Lofthouse boleh saja menjadi pahlawan Bolton Wanderers, tapi suporter Manchester United membencinya karena berlaku kasar terhadap kiper Harry Gregg dalam proses gol kedua timnya. Dia menggunakan cara licik untuk menggandakan keunggulan.
Kronologinya, penyerang kanan Bolton, Dennis Stevens, mendapat ruang tembak di sisi kiri pertahanan Manchester United. Dia melepas sepakan bertenaga ke arah gawang, namun masih bisa ditepis oleh Gregg.
Bola liar melambung tinggi dan Harry Gregg bersiap menangkapnya guna mementahkan peluang Bolton. Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul Lofthouse dengan kecepatan tinggi membenturkan badan sehingga sang kiper bersama bola melewati garis gawang.
Pelanggaran? Tak terdengar bunyi peluit. Gol Lofthouse dinyatakan sah dan ia pun langsung melakukan selebrasi bareng rekan setim, sementara Gregg terkapar kesakitan menunggu pertolongan dari tim medis Manchester United.