Ironi PSG Pati, Klub Baru Liga 2 yang Layu Sebelum Berkembang
Bagi banyak orang situasi ini memang cukup ironis sekaligus mengejutkan. Bagaimana tidak, belum juga berpartisipasi di kompetisi resmi, klub PSG Pati yang baru dibentuk pada 2020 sudah harus kembali berganti kepemilikan dan nama klub.
Unsur-unsur utama dari klub PSG Pati yang ingin dibangun wakil Bupati Pati pun lenyap begitu saja setelah kedatangan investor. Bicara level profesional, hal seperti ini memang terkesan tidak umum. Apalagi jika menganut pada negara-negara dengan sepak bola maju.
Yang menyedihkan, tak ada yang bisa menjamin fenomena 'Klub Sultan' ini langgeng dalam waktu lama. Bisa jadi tren ini hanya berlanjut 2-3 tahun atau lebih cepat.
Ketika hari tiba di mana para pesohor menarik investasinya di klub, maka klub tersebut pun akan kembali dioper-oper layaknya mobil bekas yang nantinya siap dipermak menjadi mobil dengan tampilan baru yang sama sekali berbeda.
Mungkin bagi manajemen klub, hal ini tidak merugikan. Pemilik PSG Pati sebelumnya tidak mengalami kerugian karena klub bisa diakuisisi oleh pihak dengan uang yang lebih banyak. Namun, sepak bola bukan hanya soal uang belaka.
Di dalam sepak bola, nilai sejarah dan fanatisme suporter telah menyatu bak satu bagian tubuh. Maka bisa dibayangkan betapa 'kacau' nya tatanan sepak bola Tanah Air jika tiap 2-3 tahun sekali klub-klub kasta bawah tersebut harus berganti nama dan home base tergantung siapa pemilik saham terbesar. PSSI dituntut untuk bisa memberikan aturan yang tegas untuk hal-hal semacam ini karena yang rugi nantinya adalah pemain, pelatih, dan suporter.