In-depth

Jorginho: Sang Profesor Italia dan Si Magnet Final Asal Brasil

Rabu, 7 Juli 2021 09:45 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
© Filippo Monteforte/Getty Images
Aksi Jorginho di laga perdana Euro 2020, Turki vs Italia. Copyright: © Filippo Monteforte/Getty Images
Aksi Jorginho di laga perdana Euro 2020, Turki vs Italia.
Jorginho yang Sulit Dipahami

Mantan pelatih Jorginho di Napoli dan Chelsea, Maurizio Sarri, mengatakan bahwa pemain kelahiran Brasil adalah pemain Underrated atau Misunderstood Genius.

Bahkan Sarri mengaku bahwa andai Italia memenangkan Euro 2020, Jorginho pantas memenangkan Ballon d’Or tahun ini karena kontribusinya.

“Jika dia (Jorginho) menjuarai Euro bersama Italia, dia adalah kandidat untuk Ballon d’Or. Dia pemain yang halus, itulah mengapa tak banyak orang memahaminya,” tutur Sarri.

“Dia membuat semua terlihat mudah, itu kehebatannya. Ketika saya melatih Chelsea, kami berhasil mendapatkannya dari Manchester City.

“Awalnya sulit untuk memahaminya. Namun, sekarang semua jurnalis dan para penggemar menghargainya,” pungkas Sarri.

Pujian Sarri kepada Jorginho memiliki alasan kuat. Pemain berusia 29 tahun ini menjadi instrumen penting dalam permainan ‘Sarri-Ball’ yang ia terapkan.

Sarri menyebut Jorginho sebagai pemain yang sulit dipahami bak seorang Profesor, persis seperti julukan yang diberikan Italia kepadanya.

Dalam permainan, Jorginho menempati posisi pemain bernomor 6 yang utamanya dihuni gelandang bertahan dengan kecepatan dan fisik mumpuni.

Karakter sebagai gelandang bertahan hampir tak ada di sosok Jorginho. Ia kecil, ia tak cepat, tak pula memiliki fisik kuat. Namun ia punya keunggulan di otaknya dalam membaca permainan.

Laga melawan Spanyol menjadi bukti bahwa mematikan Jorginho adalah salah satu cara agar Italia tak mengembangkan permainannya.

Sepanjang laga, gelandang Spanyol menguasai lapangan tengah Italia dan menutup alur bola ke Jorginho. Sebut saja ada Pedri, Ferran Torres, Dani Olmo, Sergio Busquets, dan juga Koke.

Di tengah Pressing tersebut, Jorginho terlihat hilang dari peredaran sebagai konduktor permainan. Namun bukan sang Profesor namanya andai tak mampu mencari jalan keluar.

Saat ia tak bisa mendikte permainan, Jorginho menempatkan diri sebagai gelandang bertahan untuk menghalau serangan dari tengah dengan kemampuannya membaca permainan.

Tak heran bila Jorginho mencatatkan 7 intersep atau memotong bola dan umpan lawan terbanyak di laga Italia vs Spanyol dan juga terbanyak di Euro 2020 dalam satu laga.

Intersep yang ia lakukan dengan kurangnya kecepatan dan fisik kuat menandakan kehebatannya dalam membaca pergerakan bola dan permainan lawan.

Sulit mengakui Jorginho sebagai pemain penting di tubuh tim. Namun, keputusan Roberto Mancini menarik Marco Verratti dan Nicolo Barella menjadi bukti bahwa Jorginho tak tersentuh di lini tengah Italia.

Benar kata Sarri. Sulit memahami Jorginho yang seperti mengalahkan hukum mutlak dalam sepak bola di mana pemain bernomor 6 harus diisi pemain dengan kecepatan dan kekuatan fisik.

Satu hal yang sulit dinafikan dari Jorginho selain kemampuannya yang disalah artikan adalah magnet final yang ia miliki.

Sejak hijrah ke Chelsea pada 2018, Jorginho selalu membawa tim yang ia bela ke final. Euro 2020 akan menjadi final ke-5 nya sejak 2018.

Final Liga Europa, final Piala Liga Inggris, final Piala FA, final Liga Champions dan final Euro akan menjadi CV apik bagi pemain yang tak dilirik dan tak dianggap memiliki peran vital dalam permainan.