Mengenal FIFI Wild Cup: Piala Dunia Tandingan yang Bikin FIFA Meradang
FIFI Wild Cup memiliki nama kepanjangan yakni Federation of International Football Independents Wild Cup merupakan ajang yang diselenggarakan untuk negara-negara yang tak diakui FIFA.
Pada umumnya, negara-negara yang berpartisipasi merupakan pecahan negara-negara besar yang secara De Jure belum diakui keberadaannya.
Sebagai contoh adalah Tibet yang masuk daerah otonomi China. Tibet dulunya merupakan negara merdeka sebelum diserbu China pada 1950 dan melebur ke negara Tirai Bambu pada awal 2000 an.
FIFI Wild Cup sendiri hanya sekali diadakan yakni pada 2006 silam. Penyelenggaraannya pun terbilang singkat yakni hanya 6 hari seiring sedikitnya negara yang digelar.
Adapun penyelenggaraannya dilakukan di Republik St Pauli. Namun setiap pertandingannya digelar di Jerman, tepatnya di Stadion Millerntor.
Turnamen FIFI Wild Cup sendiri diikuti oleh 6 negara saja kala itu yakni Siprus Utara, Tibet, Zanzibar, Gibaltar, Greenland dan Republik St Pauli. Untuk biaya penyelenggaraan, turnamen ini menggunaan biaya gabungan dari beberapa situs judi online.
Ke-6 negara ini pun lantas dibagi dalam dua grup di mana juara dan runner up grup akan melaju ke semifinal atau babak Knock Out.
Karena merupakan turnamen kecil, ajang FIFI Wild Cup hanya ditonton ratusan penonton saja. Namun pertandingan cuup berjalan seru.
Pasalnya dalam 11 pertandingan yang digelar, terdapat 33 gol tercipta atau rata-rata 3 gol per laga sehingga laga pun berjalan menarik.
Untuk edisi FIFI Wild Cup pada 2006 ini, Siprus Utara keluar sebagai pemenang dengan setelah mengalahkan Zanzibar via adu penalti.
Dalam penyelenggarannya pula, FIFI Wild Cup mendapat banyak rintangan. Sebagai contoh, FIFA mengecam adanya turnamen ini dan menekan agar penyelenggaraannya tak berlanjut.
Selain itu, ajang ini juga mendapat kecaman dari China seiring berpartisipasinya Tibet yang secata otonom masuk dalam daerah negeri Tirai Bambu.
Hingga saat ini, FIFI Wild Cup tak lagi diadakan. Mungkin saja tekanan dari FIFA dan negara serta minimnya penonton membuat ajang ini pun telah 'mati'.