Liga Indonesia

Suporter Sudah Ikhlas, Sejumlah Pihak Dinilai Cari Panggung dalam Kasus Tuntutan Persipura Jayapura

Selasa, 19 April 2022 15:30 WIB
Penulis: Agung Wicaksono | Editor: Prio Hari Kristanto
© Zainal Hasan/INDOSPORT
Pemain Persipura Jayapura bersedih usai terdegradasi dari Liga 1.  Copyright: © Zainal Hasan/INDOSPORT
Pemain Persipura Jayapura bersedih usai terdegradasi dari Liga 1.
Hanya Jadi Panggung Pihak Lain

Kelompok suporter fanatik Persipura Jayapura sudah ikhlas dan tak mau memperpanjang kasus ini dengan dalih mengambinghitamkan pihak lain atau memainkan narasi sepak bola gajah.

Suporter beraliran ultras Mutiara Hitam ini mendesak agar manajemen tergerak untuk menyudahi drama saat ini. Dan menyarankan manajemen untuk segera berbenah dan fokus membangun kerangka tim di Liga 2.

Namun, apa yang telah ditempuh ultras Persipura ini ternyata tak membuat sekelompok orang yang mengklaim mewakili suporter Persipura Jayapura di seluruh Indonesia untuk menutup masalah ini.

Orang-orang ini mengklaim berasal dari komunitas masyarakat yang ada di Jakarta. Mereka diwakilkan oleh empat individu yakni Emilianus Tikuk, Yan Piet Sada, Yulianus Dwaa dan Paul Finsen Mayor.

Mereka resmi membawa kasus ini ke Pengadilan Jakarta Pusat pertanggal 14 April 2022, dengan pihak yang tergugat di antaranya PSSI, Persib Bandung, Barito Putera, David da Silva dan BRI yang turut tergugat.

Setelah isi gugatan tersebar, justru banyak pihak mempertanyakan isi gugatan yang telah dimohonkan. Satu poin yang menarik soal kerugian materill, pihak penggugat merasa dirugikan karena mengurus kasus ini ke PN.

Kemudian ada kerugian Moriil yang dirasakan penggugat berupa perasaan tidak menyenangkan, stres, tersita waktunya dan pikiran selama mengurus gugatan ini ke Pengadilan Negeri Jakpus.

Pihak penggugat juga mengklaim menghabiskan dana 1 miliar untuk menyewa mobil, menghadirkan saksi, membayar rental mobil, legalisir bukti, foto copy, materai dan pendaftaran ke PN Jakpus.

Ada dua anggapan dalam gugatan ini, pertama jika dilihat secara locus delicti, seharusnya pihak ini memang harus membawa kasus ini ke Pengadilan Negeri Denpasar. Gugatan ini bisa ditolak karena dianggap cacat formil.

Kedua, melihat kasus ini dengan asas actor sequitor dorum rei, yakni pihak yang berhak mengadili adalah pengadilan domisili tergugat. Dalam hal ini PSSI sebagai target tergugat berada di Jakarta Pusat.

Namun dari kedua kemungkinan itu, gugatan atas nama pribadi yang dilakukan itu tetap saja menjadi bola liar lain di kasus ini mengingat pihak manajemen Perspura terlihat adem, hal itu juga memunculkan dugaan kasus ini hanyalah semacam ajang 'cari panggung' yang tak berlandaskan kuat.