In-depth

Gacor Bersama Crystal Palace, Kok Gallagher Malah Melempem di Chelsea?

Minggu, 28 Agustus 2022 12:04 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
© REUTERS/Phil Noble
Conor Gallagher tertunduk lesu usai diganti di laga Leeds United vs Chelsea (21/08/22). (Foto: REUTERS/Phil Noble) Copyright: © REUTERS/Phil Noble
Conor Gallagher tertunduk lesu usai diganti di laga Leeds United vs Chelsea (21/08/22). (Foto: REUTERS/Phil Noble)
Posisi yang Tak Biasa

Kesalahan besar terdapat pada Thomas Tuchel yang mempercayakan Conor Gallagher menjadi gelandang nomor 6 dalam skema Double Pivot.

Terlebih lagi Chelsea di era Tuchel memainkan skema Double Pivot untuk mendistribusikan bola. Hal ini tak cocok dengan gaya bermain Gallagher.

Di Crystal Palace musim lalu, Gallagher bertindak sebagai pemain nomor 8 dan bukan menjadi otak permainan seperti halnya pemain nomor 6 di Chelsea.

Hal ini terbukti dari catatan operan Gallagher dalam setahun terakhir, di mana ia hanya rata-rata melepaskan 37,05 operan dengan akurasi sukses 76,4 persen.

Catatan ini berbeda jauh dengan gelandang tengah Chelsea lainnya, seperti Mateo Kovacic, Jorginho, dan bahkan Billy Gilmour yang murni pemain bernomor 6 dan 8 dalam skema Double Pivot.

Bisa dikatakan, Gallagher tak pernah cocok dengan gaya bermain Chelsea yang mengandalkan Double Pivot di formasi 3-4-1-2 atau 4-4-2. Ia lebih cocok bermain di skema 4-3-3 sebagai pemain nomor 8.

Jika diterapkan di Chelsea, Gallagher sejatinya lebih tepat di tempatkan di barisan depan, untuk mengisi posisi Mason Mount.

Pasalnya, Gallagher dan Mount punya kemiripan, yakni pemain nomor 8 yang tak hebat dalam mengatur ritme, namun agresif dalam menyerang.

Dengan formasi andalan Tuchel yakni 3-4-2-1, 3-5-2, dan 4-2-2-2, sejatinya tak ada tempat bagi Gallagher dan bahkan bagi Mount di Chelsea.

Sehingga wajar jika Gallagher justru melempem. Sehingga harus ada yang berkorban nantinya di kubu Chelsea, yakni Tuchel dengan skemanya dan Gallagher dengan gaya bermainnya.