Mengenang Seid Visin, Wonderkid AC Milan yang Mengakhiri Hidupnya dengan Tragis
Di dalam suratnya, Seid Visin mengaku hidupnya cukup menyedihkan di mana dirinya sering menjadi korban perlakuan rasis. Kondisi tersebut membuat rasa percaya dirinya perlahan luntur.
"Ke mana pun saya pergi, di mana pun saya berada, saya memikul beban pandangan orang lain yang skeptis, bias, jijik, dan ketakutan," tulisnya.
"Saya bukan imigran, saya diadopsi ketika masih kecil dan dahulu semua orang mencintai saya. Kemanapun saya pergi, semua orang membicarakan hal baik tentang saya dengan rasa hormat, tetapi kini semuanya berubah."
"Sesuatu telah berubah dalam diri saya. Saya merasa malu dan takut menjadi orang berkulit hitam yang dianggap sebagai imigran. Saya seolah-olah harus meyakinkan mereka bahwa saya sama seperti mereka, orang Italia yang berkulit putih."
“Saya tidak ingin orang-orang mengasihani saya. Saya hanya ingin mengingatkan diri saya sendiri bahwa kesulitan dan penderitaan yang saya alami adalah setetes air dibandingkan dengan lautan penderitaan yang dialami oleh mereka yang lebih memilih mati daripada memimpin."
"Orang-orang itu mempertaruhkan hidup mereka, beberapa sudah kehilangan hidup sejati hanya demi merasakan apa yang kita sebut hidup.
Akan tetapi, sepekan setelah kematian tragis Seid Visin, sayang ayah yakni Walter Visin mengklarifikasi alasan putranya bunuh diri bukan karena rasisme yang dia hadapi
Dia menjelaskan bahwa surat tersebut sudah lama ditulis Seid Visi, tidak ada hubungannya dengan kesulitan yang dialami Seid tepat sebelum meninggal dunia.
“Surat itu dari tahun 2019, tidak ada hubungannya dengan perilaku ekstrim. Itu hanya pelampiasannya saja, dia geram dengan suasana di Italia,” ujar Walter Visin.
Italia sendiri sudah lama berhadapan dengan isu rasisme. Bahkan isu ini selalu menjadi masalah utama di dalam stadion setiap kali pertandingan Liga Italia digelar.
Terlepas dari benar atau tidaknya alasan rasisme ada di balik keputusan Seid Visin bunuh diri, kejadian ini seolah-olah membukakan mata publik Italia bahwa rasisme tidak boleh dianggap remeh.