Lois Openda dikenal sebagai penyerang yang bertipe Target Man, di mana ia lebih banyak beroperasi di kotak 16, ketimbang ikut turun membantu serangan.

Hal ini dibuktikan dengan catatan 0,74 Non-Penalty Goals per 90 menit yang ia miliki dari rata-rata 0,60 Non-Penalty Expected Goals (NPxG).

Dengan catatan itu, Openda bisa dikatakan penyerang yang klinis, yang pintar memanfaatkan peluang yang ia dapatkan untuk menjadi gol.

Karena punya peran sebagai Target Man, catatan Openda dalam permainan tak mumpuni. Ia tercatat hanya punya rataan 14,72 operan per 90 menit dengan akurasi hanya 64,5 persen.

Tapi soal teknik kala menyerang, Openda punya kemampuan melakukan tusukan ke area lawan dengan catatan 2,08 dribel ke area lawan per 90 menit.

Kemampuan itu dibarengi rataan sentuhan di area lawan dan jumlah operan di area lawan yang ia terima, yakni sebanyak 5,61 kali per 90 menit dan 6,43 kali per 90 menit.

Karena tipikalnya sebagai Target Man, maka catatan Openda dalam bertahan di Final Third terbilang minim, yang diyakini tak cocok dengan gaya bermain Liverpool maupun Chelsea.

Liverpool dan Chelsea menerapkan taktik High Pressing dari lini depan hingga lini belakang, sehingga kekurangan Openda dalam bertahan di Final Third ini bisa membuat kedua tim mengubah taktiknya.

Tapi, Openda punya kemampuan apik dalam mencetak gol yang ternyata cocok dengan Liverpool dan Chelsea yang dihuni banyak winger dan gelandang kreatif.

Sehingga, jika Openda bergabung salah satu dari kedua tim itu, maka Liverpool dan Chelsea tak akan melakukan banyak perubahan demi mendapatkan gol dari kaki dan kepalanya.