Sartono Anwar, Sosok Penolak Suap tapi Malah Kena Denda
FOOTBALL265.COM - Isu suap dan pengaturan skor kembali mengguncang sepak bola Indonesia jelang berakhirnya Liga 1 2018.
Klub sepak bola Persib Bandung awalnya diduga jadi aktor di balik skandal haram di dunia olahraga. Kekalahan skuat asuhan Mario Gomez dari PSMS Medan beberapa waktu lalu banyak yang menganggap sudah diatur.
Pihak Maung Bandung sudah memberikan bantahan resmi berkait kasus yang sempat menyeret nama empat pemainnya. Namun, isu tersebut sudah terlanjur ramai di masyarakat.
Reaksi pun akhirnya muncul baik dari pelaku sepak bola, suporter, hingga pemerintah soal dugaan kasus pengaturan skor. Ujungnya, semua ramai-ramai berteriak agar PSSI hingga pihak terkait termasuk kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut.
Kasus penyuapan pemain dan pengaturan skor atau match fixing memang tak bisa dilepaskan dari sepak bola. Jangankan Indonesia, sepak bola Italia pernah diguncang skandal serupa pada 2006 silam.
Juventus yang jadi aktor utama praktek haram itu akhirnya harus menerima konsekuensi gelar juara dicabut hingga turun kasta ke Seri B.
Tak hanya pasukan Si Nyonya tua, tim besar lainnya, termasuk AC Milan, Fiorentina, Lazio, dan Reggina juga ikut terseret kasus tersebut.
Namun, mereka sedikit 'beruntung' tak diturunkan ke kasta kedua, namun 'hanya' pengurangan poin saat kompetisi musim 2007.
Kembali ke Tanah Air, kasus suap dan pengaturan skor sebenarnya sudah terjadi sejak Skandal Senayan tahun 1962.
Saat itu, 18 pemain timnas termasuk Wowo Sunaryo dan Bob Hippy dituduh menerima suap Rp25 ribu/orang saat uji coba melawan Yugoslavia di Jakarta.
"Karena sepak bola Indonesia masih memegang erat Jasmerah, yakni jangan melupakan sejarah. Dulu, kasus suap sudah ada sejak Skandal Senayan," ungkap mantan pelatih nasional, Sartono Anwar, dengan nada sindiran saat berbincang dengan INDOSPORT, Kamis (22/11/18).
"Sampai sekarang sejarah itu masih dipegang sepak bola kita hingga akhirnya muncul kasus dugaan suap dan pengaturan skor," tambahnya.
Bagi pelatih berusia 71 tahun itu, suap dan match fixing sengaja dipelihara oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab agar terus berlangsung di sepak bola Indonesia. Akibatnya, praktek semacam itu seakan tak pernah hilang hingga saat ini.
"Saya menilai, sepak bola memang olahraga yang paling setia dengan Jasmerah. Jadi kasus suap sejak 1960-an dan jadi sejarah itu tidak pernah dilupakan sehingga terus ada sampai sekarang," tegas pelatih yang identik dengan topi pet tersebut.
1. Pernah Jadi Pesakitan
Ayah mantan bek Persib Bandung, Nova Arianto tersebut juga pernah menjadi pesakitan akibat dugaan kasus suap dan pengaturan skor di kompetisi Indonesia Super League (ISL) musim 2010.
Saat itu Sartono yang meracik Persibo Bojononegoro dijamu Persema Malang di Stadion Gajayana, Malang, 9 Oktober.
Saat itu, asisten manajer Persibo, Imam Sardjono, ditelepon sesorang yang mengaku perwakilan wasit di laga itu meminta uang Rp10 juta untuk menang.
Namun keingian tersebut ditolak mentah-mentah kubu tim berjulukan Laskar Angling Dharma itu, termasuk Sartono. Sartono lantas membeberkan dugaan percobaan suap tersebut kepada awak media pascapertandingan.
Beberapa hari selepas kejadian, satgas Anti-Suap dan Mafia Wasit PSSI memanggil wasit Iis Permana, hakim garis Trisnop Widodo dan Musyafar, serta wasit cadangan Hamsir. Namun, Sartono justru didenda Rp 50 juta.
"Saya waktu itu dipanggil PSSI ke Jakarta untuk menjelaskan kejadian seperti apa. Karena memang ada telepon ke official tim ada yang meminta uang untuk wasit agar menang, saya menolak," ucapnya.
2. Berefek ke Prestasi Timnas
Skandal match fixing disebut Sartono jadi penyakit kronis yang sejak zaman bahela belum bisa sembuh dari sepak bola Indonesia. Untuk itu, dirinya tak kaget isu serupa kembali muncul di kompetisi musim ini.
Berkaca pada kasus Persib Bandung melawan PSMS Medan, dirinya menyebut mungkin pemain tim Maung Bandung tak ada yang terlibat. Namun, suasana pertandingan seharusnya bisa menggambarkan apakah laga berjalan normal atau tidak.
"Kalau suasana pertandingan sudah tidak benar, seharusnya bisa diusut tuntas apakah ada dugaan pengaturan skor maupun suap atau tidak," tegas Sartono.
Menurutnya, kasus semacam itu berdampak pada prestasi Timnas Indonesia saat oini. Apalagi, Timnas Garuda juga tersingkir dari persaingan Piala AFF 2018.
"Dulu kita benar-benar disegani di Asia. Timnas Korea Selatan saja kalah apalagi negara-negara di Asia Tenggara. Namun semenjak adanya praktek suap termasuk Skandal Senayan, semua seakan hilang," kata pelatih yang sukses membawa PSIS Semarang juara Liga Perserikatan tahun 1987 itu.
"Mungkin inilah hukuman yang diberikan Gusti Allah. Karena praktek semacam itu masih terjadi, makanya Timnas Indonesia sulit berprestasi," ucapnya.
Terus Ikuti Berita Sepak Bola Liga Indonesia Lainnya Hanya di INDOSPORT