x

Memahami Otak Luciano Moggi, 'Legenda' Match Fixing Juventus di Balik Skandal Besar Calciopoli

Sabtu, 12 Januari 2019 17:48 WIB
Penulis: Annisa Hardjanti | Editor: Isman Fadil
Luciano Moggi.

INDOSPORT.com - Sepak bola Indonesia hingga kini masih terus digentayangi oleh hantu-hantu match fixing. Bak pemburu hantu, Satgas Anti Mafia Sepak Bola menangkap satu per satu para pelaku yang terlibat. 

Menangkap wayang-wayang yang terlibat di dalam praktik match fixing bisa menjadi jalan pihak berwajib menuju dalang mereka. Namun, hal tersebut tak lantas membuat sepak bola Indonesia bersih begitu saja. 

Ibarat kiasan mati satu tumbuh seribu, mafia sepak bola akan terus bermunculan,  melihat banyaknya kesempatan untuk mendulang emas lewat olah raga yang seharusnya menjadi pemersatu bangsa tersebut. 

Untuk pencegahan yang lebih luas lahirnya mafia-mafia baru, tentunya Indonesia mesti pula belajar memahami bagaimana cara berpikir mereka dalam melakukan praktik pengaturan pertandingan. 

Baca Juga

Luciano Moggi menjadi sosok yang tepat untuk membantu Indonesia memahami otak mafia pengatur pertandingan. Tapi kenapa Moggi? Karena sejujurnya, sosok Vigit Waluyo belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sosok berusia 81 tahun tersebut. 

Mari ikut INDOSPORT.com menelusuri intrik Moggi, 'legenda' pengatur pertandingan yang mengantarkan tragedi terburuk serta aib memalukan dalam sejarah sepak bola Italia, Calciopoli.


1. Calciopoli, Buah Transkrip Terlarang Manajer Tim dan Organisasi Wasit

Luciano Moggi, eks General Manager Juventus, otak skandal Calciopoli.

Calciopoli menjadi skandal pengaturan pertandingan atau match fixing terburuk bagi sepak bola Italia. Bayangkan, Calciopoli merenggut 'nyawa' tiga klub besar Italia sekaligus, pada musim 2005/2006 lalu. 

Sejumlah klub besar ditetapkan sebagai tersangka dalam skandal tersebut, dan dijatuhi hukuman yang cukup berat oleh Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) pada 14 Juli 2006 lalu. 

Beberapa klub besar tersebut ialah AC Milan, Fiorentina, Lazio, dan juga Reggina dijatuhi pengurangan poin di musim depan laga mereka. Sedangkan Juventus sendiri harus menerima kenyataan bahwa mereka harus terkena degradasi dari Serie A ke Serie B. 

Skandal yang melibatkan sejumlah klub Serie A dan Serie B ini terungkap usai kepolisian Italia memiliki bukti transkrip percakapan telepon yang terjadi antara manajer tim dan organisasi wasit. 

Dari hasil investigasi yang dilakukan, isi transkrip itu menunjukkan adanya percakapan yang membahas soal pemilihan wasit dalam pertandingan sepak bola di Italia. 


2. Juventus, Tumbal Terbesar Moggi untuk Calciopoli

Para pendukung Juventus

Skandal Calciopoli menjadi tamparan terbesar bagi Juventus. Klub Hitam-Putih itu nyaris terdegradasi ke Serie C1. Usai melakukan banding, akhirnya Juventus pun terdegradasi ke Serie B. Tetap saja, hal itu bencana bagi Juventus. 

Tak hanya itu, Juventus juga mengalami pengurangan sembilan poin. Mereka juga harus kehilangan gelar Serie A musim 2004/2005 serta 2005/2006. Bahkan Juventus dilarang ikut dalam Liga Champions Eropa 2006/2007. 

Yang semakin membuat sakit hati, bukan hanya karena hukuman yang dijatuhkan oleh federasi pada mereka, tapi juga pengkhianatan yang dilakukan oleh General Manager Juventus sendiri, Luciano Moggi. 

Moggi menjadi otak utama yang membawa Juventus masuk jurang nestapa Calciopoli. Tak heran, jika di balik skandal tersebut, ada istilah yang dikenal dengan sebutan Moggiopoli. 

Hingga menjadikan Juventus sebagai tumbal atas Calciopoli, bagaimana sebenarnya Moggi menerapkan istilah Moggiopoli yang mampu mengatur dunia sepak bola Italia?


3. Luciano Moggi, dari Buruh Hingga Kepala Kantor Tiket Kereta Api

Luciano Moggi, eks General Manager Juventus.

Luciano Moggi awalnya hanya pria biasa yang lahir di Moticiano, sebuah kota kecil di dekat Siena. Dengan perbukitan indah serta perkebunan anggur, kota itu menjadi tempat menyenangkan bagi para pelancong kelas menengah asal Inggris. 

Namun, bagi Moggi, hal itu tak seromantis yang ia rasakan. Moggi muda meninggalkan sekolah pada usia 13 tahun, dan bekerja sebagai buruh rel kereta. Kariernya menanjak tajam usai dirinya naik pangkat menjadi kepala kantor tiket kereta api.

Tak berhenti di situ, Moggi bekerja paruh waktu di ranah pencarian bakat untuk tim-tim sepak bola lokal di area Tuscany. Ia pun akhirnya bekerja freelance sebagai pencari bakat muda bagi sejumlah klub, salah satunya Juventus. 

Dikutip dari Guardian, penulis biografi Moggi, Marco Travaglio mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang membuat sosok  top mafia sepak bola Italia yang ia tulis dalam bukunya itu punya kemampuan luar biasa dalam bernegosiasi untuk menggaet talenta-talenta berbakat dengan mudah. 

"Dia tidak hanya tertarik dengan kemampuan dari pemain itu, tapi juga kondisi keluarga (pemain)," kata Travaglio. Di matanya, Moggi adalah sosok ayah kedua bagi para pemain tersebut. Lebih dari sekedar manajer saja. 

Kemampuan Moggi tersebut mendapatkan perhatian dari 'super manager' yang menjalankan bisnis dari Inter Milan. Ia adalan Italo Allodi, yang pada akhirnya membawa Moggi ke Juventus untuk menjadi salah satu staff pencarian bakat muda. 


4. Mengenal dan Memahami Otak Moggi di Balik Calciopoli

Luciano Moggi, eks General Manager Juventus.

Hasil penyelidikan mengungkapkan bahwa Moggi memiliki kuasa dalam memilih wasit yang akan bertugas di sebuah pertandingan, mempengaruhi pemilihan pemain, bisa menunda atau membatalkan laga, hingga mempengaruhi pemberitaan sepak bola di Italia. 

Sebelum semuanya terungkap, Moggi mampu bermain cerdas untuk menghindari investigasi. Pihak berwajib bahkan kala itu sempat gagal menemukan bukti kejahatan Moggi. 

Apa yang ia lakukan sebelum terlibat dalam skandal tersebut sejujurnya terbentuk dari bagaimana dirinya membangun jaringan super luas di luar dunia sepak bola. 

Ia menjalin hubungan dengan begitu banyak politisi, hakim, diplomat, petugas militer, hingga selebritis. Tapi yang paling patut mendapatkan perhatian adalah bagaimana dirinya memiliki keintiman dengan para jurnalis. 

"Dia memahami betul nilai dari iklan dan juga media. Media akan turut menjadi pemenang dalam sepak bola, jiwa bisnisnya," ujar Travaglio. 

Baca Juga

Dalam melancarkan usahanya, Moggi memegang prinsip untuk tetap menjadi bayangan selama dirinya melakukan manipulasi sesuatu yang dilakukan terus menerus di hadapan publik. 

Pada akhirnya, sebelum semua terungkap, Moggi meraup begitu banyak uang, bersamaan dengan Serie A yang menjadi liga paling kaya dan glamor di akhir 1970-an hingga awal 1980-an. 

Akibat dari keterlibatan dirinya dalam aksi monopoli transfer pemain, Luciano Moggi pun dijatuhi hukuman skorsing secara permanen untuk posisi dalam kategori apapun di sepak bola Italia. 

Terus Ikuti Berita Sepak Bola Liga Italia  ainnya Hanya di INDOSPORT

Serie A ItaliaJuventusMafia SepakbolaPengaturan Skor Pertandingan (match fixing)Luciano MoggiIn Depth SportsLiga ItaliaCalciopoliVigit Waluyo

Berita Terkini