Dream Team Pemain Nusa Tenggara: Secercah Cahaya dari Tanah Flobamora
FOOTBALL265.COM - Indonesia Timur tak pernah berhenti melahirkan para pesepak bola andal, baik untuk klub maupun Timnas Merah Putih. Hampir tiap tahunnya muncul bibit-bibit pemain bola yang moncer di level nasional dan internasional.
Tak hanya dari Tanah Papua saja, namun sepak bola di tanah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai menapaki jejak ke level tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Setidaknya, munculnya banyak personel yagng mampu menembus kompetisi Liga 1 dan 2, hingga kompetisi luar negeri.
Keberhasilan skuat NTT lolos ke Pekan Olahraga Nasional (PON) XX/2020 di Papua jadi sedikit contoh. Dengan tangan dingin pelatih asal Kupang Ricky Nelson, skuat NTT mengobati dahaga penantian selama 30 tahun!
Tentu jika ditarik ke belakang, NTB pernah memiliki pemain sekaligus legenda Indonesia medio 1960-an hingga 1970-an. Sosok itu tak lain adalah Junaedi Abdillah. Pria kelahiran Mataram 21 Februari 1948 itu masuk skuat Timnas Indonesia dalam Kualifikasi Olimpiade Munich 1972 bersama dengan Ronny Pattinasarani serta Iswandi Idris.
Dari segi prestasi, Junaedi pernah membawa Timnas Junior Indonesia jadi runner-up Kejuaraan Junior Asia di Bangkok, Thailand tahun 1967. Namanya semakin melambung dan kini menjadi salah satu legenda sepak bola yang pernah dimiliki Indonesia.
Kali ini, INDOSPORT mencoba mengupas deretan para pemain dari Nusa Tenggara yang bisa dijadikan The Dream Team andai menjadi satu tim. Bak secercah cahaya dari 'Tanah Flobamora', mereka mampu bersaing bahkan menjadi pemain andalan di masing-masing klub. Siapa saja mereka?
Formasi: 4-3-3
Pelatih: Ricky Nelson (Kupang)
Penjaga Gawang
Sektor kiper tentu tak bisa dilepaskan dari sosok portiere Sampdoria, Emil Audero. Dia pindah ke skuat Il Samp dari raksasa Liga Italia, Juventus dengan status pinjaman sejak awal tahun lalu.
Pemain bernama lengkap Emilio Audero Mulyadi itu lahir di Mataram, 18 Januari 1997 atau 23 tahun silam. Ayahnya merupakan putra asli Lombok yakni Edy Mulyadi, sedangkan sang ibu Antonella Audero merupakan warga Italia.
Namun, Emil memilih berwarganegara Italia dan membela Timnas Italia U-21. Namun keputusannya itu juga berbuah positif karena selalu jadi andalan di Skuat Gli Azzuri baik U-21 maupun U-22.
"Saya lahir dari Lombok dari seorang Ibu Italia dan ayah Indonesia. Ibu saya lahir dan tinggal di Cumiana di provinsi Turin. Sedangkan ayah saya berasal dari Lombok yang merupakan tempat saya lahir. Tapi saya selalu tinggal di Italia provinsi Turin, di Cumiana lebih tepatnya," kata Emil Audero dilansir dari Dugout.
Dalam kariernya, dia besar dari akademi Juventus. Emil bergabung bersama Juventus Youth pada 2008 silam dan pada 2012 memperkuat Juventus U-17 hingga masuk ke tim senior Juventus pada 2015. Emil sempat dijual ke Venezia hingga akhirnya berlabuh ke Sampdoria sekarang.
Belakang
Ibrahim Sanjaya yang fasih bermain di full back kanan mulai meroket namanya saat memperkuat Persip Pekalongan di ajang Indonesian Soccer Championship (ISC) B 2016 silam. Akselerasi dan kecepatan jadi andalan sosok kelahiran Waikabubak, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) ketika di lapangan.
Berkat performa apiknya, Ibrahim sempat masuk skuat Timnas Indonesia U-19 di Piala AFF U-19 2016. Sebelum bergabung di Persik Kediri musim ini, pemain berusia 24 tahun itu pernah memperkuat Persiba Balikpapan, Bhayangkara FC U-21, hingga Semen Padang.
Posisi stopper diisi pemain serba-bisa kelahiran Bima (NTB), Ady Setiawan. Nama pemain berusia 24 tahun itu meroket saat memperkuat Martapura FC di Liga 2 2017.
Meski gagal membawa tim Laskar Sultan Adam promosi ke kasta tertinggi, namun performa apiknya membuat Barito Putera kepincut dan merekrutnya. Ady yang kini membela Persela Lamongan fasih bermain sebagai bek tengah hingga gelandang bertahan.
Duet Ady di jantung pertahanan adalah bek muda asal Kupang, Riko Malaikosa. Pemain jebolan SSB Bali United Kristal Kupang itu bisa bermain di beberapa posisi seperti wing back kiri, bek tengah, hingga penyerang. Riko kini memperkuat Pro Elite Academy Bali United U-20.
Pelengkap kuartet defender tentu saja pemain andalan Bhayangkara FC, Alsan Sanda. Pemain kelahiran Kupang 27 tahun silam itu mentas bersama Bali United di ajang Indonesian Soccer Championship (ISC) A 2016 silam.
Lantas, pemain bernama lengkap Alsan Putra Masat Sanda itu berlabuh ke Bhayangkara FC dan membantu tim The Guardian meraih gelar juara Liga 1 2017. Meski awalnya beroperasi sebagai gelandang serang dan penyerang, namun Alsan Sanda sering ditempatkan sebagai wing back kiri.
1. Tengah
Nama Fulgensius Billy Paji Keraf atau yang akrab disapa Billy Keraf mulai melambung kala dibawa Djajang Nurdjaman ke Persib Bandung, 2017 silam. Kecepatan yang meliuk-liuk di sisi kanan dan kiri sosok kelahiran Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur itu jadi sensasi tersendiri bersama tim Maung Bandung.
Sebelum bergabung ke Persib, Billy sejatinya masih dalam skuat Timnas Indonesia U-19 2015 era pelatih Fachri Husaini bersama Nadeo Argawinata, M Syukron, hingga Andi Setyo Nugroho. Hanya saja, saat itu PSSI mendapat sanksi dari FIFA sehingga batal berlaga di ajang Piala AFF di Sidoarjo.
Lepas dari Persib, Billy Keraf sempat berlabuh ke Perseru Badak Lampung di Liga 1 2019. Musim ini, dia memilih berkostum Kalteng Putra.
Lalu, posisi tengah dihuni gelandang anyar Bhayangkara FC, Rangga Muslim Perkasa. Pemain kelahiran Bima itu sejatinya mentas di kompetisi internal PSIM Yogyakarta medio 2015 silam.
Namanya terus melambung bersama performa apiknya yang terus berkembang. Rangga lantas berlabuh ke PSS Sleman di Liga 2018 dan turut membawa tim Super Elang Jawa juara sekaligus promosi ke kasta tertinggi. Sempat mencicipi semusim Liga 1 bersama PSS, pemain berusia 25 tahun itu akhirnya berkostum Bhayangkara FC.
Pelengkap trio lini tengah adalah playmaker masa depan Timnas Indonesia, Marselino Ferdinan. Gelandang serang Timnas Indonesia U-16 kelahiran Flores, Nusa Tenggara Timur itu memiliki visi bermain yang cukup baik.
Meski bermain di sektor gelandang, namun pemain Elite Pro Academy (EPA) Persebaya Surabaya itu jadi mesin gol andalan Timnas U-16 asuhan Bima Sakti. Tak ayal, keberadaan Marselino cukup vital di lapangan tengah.
Depan
Jika menyebut sosok Rossi Noprihanis, tentu tak bisa dilepaskan dari PS Sumbawa Barat yang sempat naik daun di kompetisi Divisi Utama medio 2012 hingga 2013 silam. Saat itu, Rossi menjelma jadi winger potensial dari Pulau Lombok yang mengandalkan bakat alam berupa kecepatan.
Pemain kelahiran Kabupaten Lombok barat, Nusa Tenggara Barat 29 tahun silam itu lantas malang-melintang di sepak bola nasional. Rossi sempat membela Persepam Madura, PSS Sleman, dan PSIM Yogyakarta. Kini pemain kelahiran 28 November 1990 berkostum klub super bintang, Sulut United.
Lalu posisi penyerang tengah ada striker jangkung Yulius Mauloko yang namanya jadi buah bibir kala berlabuh ke Liga Australia bersama Western Knight SC tahun 2018. Western Knight merupakan klub yang berlaga di State League Australia atau divisi dua A-League, setara Liga 2 di Indonesia.
Pemain kelahiran Atambua 22 Juli 1990 itu beraptasi lama dengan atmosfer sepak bola Negeri Kanguru. Dia jadi top scorer untuk tim reserve Western Knight di Division One Reserve League dengan torehan 11 gol. Bersama Alsan Sanda, Yulius pernah berkostum Bali United.
Pelengkap trio lini depan tentu saja winger Bali United, Yabes Roni Malaifani. Potensi winger kelahiran Alor Nusa Tenggara Timur itu tercium Indra Sjafri saat blusukan membangun skuat Timnas U-19, 2013 silam.
Berhasil masuk tim utama dan ikut mengantar juara Piala AFF U-19 di Sidoarjo, Yabes lantas turut dibawa Indra ke Bali United. Kini, pemain berusia 25 tahun itu jadi andalan Stefano 'Teco' Cugurra di tim Serdadu Tridatu.
Sepak Bola Nusa Tenggara Masih Butuh Perjuangan
Namun, meski banyak talenta yang mentas di level nasional, namun nyatanya sepak bola di kawasan Nusa Tenggara masih butuh perjuangan besar untuk setidaknya terangkat. Fakta itu disampaikan Ricky Nelson yang merupakan putra asli Kupang.
Dia memberi contoh, hingga saat ini hanya PS Ngada saja yang mampu berbicara banyak dari tanah NTT. Itupun hanya sampai fase gugur Liga 3 Nasional dan belum mampu menembus Liga 2.
"Ya selama hampir tiga tahun ini hanya PS Ngada saja yang berbicara. Jadi secara garis besar, progres sepak bola di sana cukup lambat dibanding daerah lain," ungkap Ricky kepada INDOSPORT.
Ada banyak faktor yang membuat sepak bola di Nusa Tenggara khusunya NTT belum berkembanga. Tidak adanya kompetisi rutin dan berjenjang yang digelar menjadi hal krusial.
Berbanding dengan di wilayah lain seperti Jawa, Sulawesi, hingga Sumatera, ada kompetisi Liga 3 tingkat provinsi yang digelar. Tanpa kompetisi, proses pembinaan pemain muda dipastikan tersendat.
"Kalau di sana itu hanya turnamen-turnamen biasa. Prosesnya pun dua pekan sebelum digelar baru bentuk tim, setelah turnamen selesai ya bubar lagi," kata dia.
"Fasilitas pendukung seperti lapangan juga sangat-sangat kurang. Mayoritas lapangan tidak standar dan bahkan tidak ada rumput selain tanah biasa. Sekarang sedikit terbantu dengan keberadaan SSB Bali United Kristal yang membangun fasilitas latihan lumayan baguslah," tambah eks Borneo FC tersebut.