Ketika Maradona 'Menjadi' 3 Pemain dan Bermain untuk Tim Gurem Spanyol
FOOTBALL265.COM – Mendengar kata Maradona saja semua pecinta sepak bola akan tertuju pada Diego. Namun, ternyata Maradona tak sebatas Diego saja, dan itu pernah tercipta saat tiga Maradona bermain bagi tim gurem Spanyol, Granada.
Pecinta sepak bola tentu lebih mengenal Maradona sebagai Diego Armando Maradona. Faktanya, pencipta gol tangan Tuhan ini ternyata masih punya saudara yang juga memiliki nama belakang Maradona.
Sayangnya, hanya Diego sajalah yang dikenal. Hal ini tak lepas dari pencapaiannya kala berhasil membawa Argentina juara Piala Dunia dan merubah wajah Napoli menjadi tim papan atas di Italia.
Sedikit cerita, kepindahan Maradona ke Napoli sejatinya telah membuat banyak orang bingung. Sebab, Partenopei saat itu tim yang biasa-biasa saja.
Namun Diego Maradona tetap berlabuh ke Napoli yang ia sebut sebagai rumah. Sejarah pun tercipta di sana di mana ia dengan mudahnya mengubah tim kecil menjadi kampiun Serie A dan Piala UEFA.
Sebagai pemain dengan nama besar, Maradona tentu lebih dikenal membela tim-tim besar. Namun, dalam satu kesempatan, mantan penggawa Barcelona ini juga pernah membela tim gurem Spanyol, Granada.
Memang penampilannya tak tercatat di laga resmi. Namun, momen itu menjadi sejarah besar bagi Granada yang pada tahun 1987 berkancah di kasta kedua sepak bola Spanyol.
Lalu, bagaimana Diego Maradona bisa bermain bagi Granada? Berikut INDOSPORT rangkum kisah El Diego di mana dalam kisah ini juga melibatkan mantan pelatih Liverpool, Roy Hodgson.
1. 3 Bersaudara Maradona Bermain dalam 1 Tim
Kembali ke tahun 1987, Granada lewat sang Presiden, Alfonso Suarez memutuskan membuat sensasi usai timnya promosi ke Segunda Division (kasta kedua) dari Tercera Division (kasta ketiga).
Ia pun memiliki ide untuk membawa pemain ternama. Pada era itu, ada nama Diego Maradona yang memang sangat terkenal di dunia sepak bola karena setahun sebelumnya mampu menjuarai Piala Dunia bersama Argentina.
Keinginan Suarez saat itu terbilang khayal. Namun, ia menepati janjinya dengan memboyong ‘Maradona’ yakni Lalo yang tak lain adalah adik kandung dari Diego.
Lalo saat itu berusia 20 tahun diboyong dengan harga 25 juta Peseta (mata uang Spanyol). Lalo atau Raul sendiri disebut memiliki kaki kidal yang hebat hingga Diego Maradona menyebut adiknya sebagai yang terbaik dari tiga bersaudara di keluarganya.
Dalam kepindahan Lalo, terdapat rumor yang menyebut Suarez bertemu dengan Diego. Dan dari sana lah disepakati akan digelarnya pertandingan persahabatan yang menampilkan Lalo dan Diego dengan seragam Granada.
Tak hanya Lalo dan Diego, ada pula Hugo atau si bungsu yang berusia 18 tahun dan tengah meniti karier sepak bola. Ia pun diajak bermain di laga persahabatan bersama dua kakaknya bagi Granada.
Diego pun sangat menyukai gagasan ini dan senang bisa bermain bersama dua adiknya dalam laga yang disebutnya pertandingan resmi.
“Ide luar biasa dari Granada yang menyatukan saya dengan saudara-saudaraku. Ini adalah mimpi yang selalu ingin saya wujudkan. Ini akan menjadi pertama kalinya kami bermain bersama dalam pertandingan resmi,” tutur Diego dikutip dari Planet Football.
Laga pun disepakati digelar pada November 1987 di mana Malmo FF yang saat itu diasuh Roy Hodgson menjadi lawannya.
“Malmo selama jeda internasional diminta untuk membawa tim ke Granada yang saat itu di Divisi 2. Kami tidak diberi rincian mengapa kami diundang. Tapi ketika sampai sana, kami menemukan jawabannya yakni Maradona,” kenang Hodgson.
Dengan adanya Diego Maradona, Granada pun mendapat sorotan. Kota Andalusia saat itu menjadi ramai, apalagi ketika Maradona bersaudara tiba di bandara.
Pada hari pertandingan di Estadio Los Carmenes, banyak penonton tiba hanya demi melihat Diego Maradona (dan tentunya saudara-saudaranya). Tak hanya penduduk lokal, keluarga Maradona pun juga datang.
Saat itu, Diego tak memakai nomor 10 seperti biasanya. Ia mengenakan nomor 9, Lalo 10, dan Hugo 8. Pada pertandingan itu, skor berakhir 3-2 untuk kemenangan Granada atas Malmo di mana Lalo dan Diego masing-masing mencetak gol.
Usai laga persahabatan itu, Lalo pun menjadi pahlawan Granada di mana ia tampil apik dan membawa Granada meraih kemenangan.
Namun, lambat laun Granada terbawa euforia sehingga kalah sembilan kali secara beruntun dan membuat pendukung enggan ke stadion dan Lalo kehilangan tempat di tim utama.
Granada pun akhirnya kembali ke kasta ketiga dan Lalo mneruskan karierna ke beberapa klub di Jepang, Argentina, Venezuela, dan Kanada.