Via Meksiko, Jalan Memutar Andre-Pierre Gignac Bersinar Bersama Prancis di Olimpiade
FOOTBALL265.COM – Andre-Pierre Gignac bersinar bersama Prancis di Olimpiade Tokyo. Prestasinya ini tak lepas dari langkah unik yang ia tempuh dengan berkarier di Liga Meksiko.
Nama Andre-Pierre Gignac tengah menjadi perbincangan dalam beberapa hari terakhir ini. Pasalnya, pemain 35 tahun itu sukses menjadi pahlawan kemenangan Prancis atas Afrika Selatan 4-3 pada Minggu (25/07/21) lalu lewat hattrick gol serta 1 assist-nya.
Sebelumnya, ia juga mencetak 1 gol saat Prancis dikalahkan Meksiko 1-4 di laga pembuka. Dengan demikian, Gignac pun saat ini menjadi top skor sementara dengan 4 gol dari 2 laga.
Gignac unggul 1 gol dari bomber Brasil, Richarlison, yang baru mengoleksi 3 gol dari 2 pertandingan yang sudah dijalani.
Berusia 35 tahun, Andre-Pierre Gignac sejatinya tak masuk syarat tampil di Olimpiade yang diikuti pemain U-23. Namun, pelatih Prancis yakni Sylvain Rypoll memasukkannya ke skuat sebagai salah satu dari tiga pemain overage (di atas 23 tahun).
Prancis sendiri saat ini masih tertahan di peringkat ketiga klasemen Grup A Olimpiade Tokyo 2020. Namun, mereka masih berpeluang lolos ke perempat final jika bisa mengalahkan Jepang di matchday terakhir, sedangkan di saat yang sama Meksiko gagal menundukkan Afrika Selatan.
Bagi Gignac sendiri, ketajaman yang ia tunjukkan menjadi pembuktian bahwa dirinya belum habis dan masih punya kualitas mumpuni.
Seperti diketahui, tak hanya telah berusia 35 tahun, Gignac saat ini tidak berkarier di Eropa. Ia justru bermain di Amerika Tengah tepatnya Liga Meksiko, bersama Tigres UANL, setelah sebelumnya sempat membela Marseille.
Siapa sangka, jalan memutar yang ia tempuh dengan meninggalkan Eropa dan bermain di Meksiko, justru berhasil membawanya bersinar di Olimpiade Tokyo 2020 bersama Prancis.
1. Diincar AC Milan, Tapi Memilih ke Meksiko
Lulus dari akademi Lorient, Andre-Pierre Gignac menjalani debut di tim utama pada Agustus 2014. Ketajamanya langsung terlihat di mana ia langsung mencetak gol di laga debutnya, untuk membawa Lorient mengalahkan Chateauroux 2-1.
Tiga musim di tim utama Lorient, ia pindah ke Toulouse pada Juni 2007. Bersama klub inilah namanya mulai dikenal. Di musim kedua bersama Toulouse, ia sukses mencetak 24 gol dari 38 pertandingan di Ligue 1 Prancis.
Performa apik di Toulouse membuahkan debut di timnas Prancis pada April 2009 hingga akhirnya tampil di Piala Dunia 2010. Sebulan setelah Piala Dunia, ia pindah ke Marseille pada Agustus 2010.
Bersama Marseille, ketajaman Gignac terus terjaga. Sayangnya, kariernya di timnas justru macet dengan tak pernah dipanggil setelah Piala Dunia.
Sempat menjadi incaran AC Milan, sang penyerang membuat keputusan mengejutkan pada Juni 2015. Ia meninggalkan Marseille dengan catatan 77 gol dari 188 penampilan selama 4 musim.
Menariknya, ia meninggalkan Eropa sepenuhnya untuk melanjutkan karier di Meksiko bersama Tigres UANL.
Padahal, ketika itu ia masih berusia 29 tahun yang bisa dianggap usia emas bagi penyerang, sedangkan Liga Meksiko dipandang sebagai liga kelas dua.
Meski demikian, justru bersama Tigres-lah Gignac berhasil menunjukkan performa impresif. Terbukti, selama 6 tahun membela Tigres, ia selalu mencetak minimal 19 gol dalam 1 musim.
Secara total, Gignac mencetak 149 gol dari 261 penampilan bersama klub tersebut. Ia juga berhasil membawa Tigres meraih sejumlah gelar, di antaranya 3 gelar Liga Apertura 3 tahun beruntun, 1 gelar Liga Clausura, dan 1 gelar Liga Champions CONCACAF.
Torehan 149 golnya untuk Tigres pun membawa Gignac menyandang status legenda hidup, sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa di klub tersebut.
Di timnas, sejak pindah ke Tigres ia masih sempat tampil di Euro 2016. Namun, sejak tampil di kualifikasi Piala Dunia 2018 pada Oktober 2016, ia tak pernah dipanggil lagi ke timnas senior.
Meski demikian, penampilan apiknya di Tigres memikat pelatih Sylvain Rypoll yang memasukkannya ke skuat Olimpiade. Keputusan itu terbukti benar dengan aksi gemilang Gignac di Olimpiade Tokyo.
Kini Gignac berpeluang membawa Prancis meraih medali emas pertama mereka di sepak bola putra di Olimpiade, meski masih harus lebih dulu mengalahkan Jepang di laga terakhir fase grup.
Jika impian itu terwujud, maka itu menjadi pembuktian sempurna Andre-Pierre Gignac, bahwa ia bisa tetap bersinar meski harus mengambil jalan memutar dengan berkarier di Meksiko.