x

Barcelona Kini: Dibangun dari Kejeniusan Johan Cruyff, Runtuh Akibat Ego Ronald Koeman

Kamis, 23 September 2021 16:52 WIB
Editor: Subhan Wirawan
Barcelona Kini: Dibangun dari Kejeniusan Johan Cruyff, Runtuh Akibat Ego Ronald Koeman

FOOTBALL265.COM – Kisah nestapa sang raksasa Liga Spanyol, Barcelona, dulu sempat berjaya dan merajai sepak bola dunia berkat kejeniusan Johan Cruyff namun kini pudar karena keegoisan Ronald Koeman.

Sejak dilatih oleh Ronald Koeman pada Agustus 2020 silam, penampilan atau bahkan ciri khas Barcelona yang kerap bermain cantik perlahan mulai hilang.

Jika mengulas kembali masa keemasan Barcelona era 90 hingga 2000-an silam, para penggemar mungkin akan langsung teringat dengan kata ‘tiki-taka’.

Baca Juga
Baca Juga

Ya, gaya bermain dengan ciri khas umpan-umpan pendek dan memaksimalkan penguasaan bola tersebut memang sangat identik buat Barcelona.

Bahkan ada ungkapan, Barca itu tiki-taka dan tiki-taka hanya punya Barcelona, meski sejumlah tim juga terbilang sukses saat menggunakan gaya bermain ini.

Pada awalnya, tiki-taka yang jadi trademark Barcelona terinspirasi dari gaya bermain totaalvoetbal ala Timnas Belanda.

Menurut banyak pihak, apa yang menjadi dasar tiki-taka dipopulerkan dan diterapkan oleh Johan Cruyff semasa menjadi manajer Barcelona pada tahun 1988 hingga 1996.

Pada saat itu, Johan Cruyff yang juga mantan pemain Barcelona menerapkan permainan umpan-umpan pendek dan pergerakan dinamis, memindahkan bola melalui berbagai saluran, serta mempertahankan penguasaan bola selama mungkin di lapangan.

Sangat mirip dengan gaya main totaalvoetbal Belanda, hanya saja di tiki-taka hampir semua pemain di lapangan ikut bergerak untuk ciptakan ruang serta mencegah lawan melakukan pressing.

Johan Cruyff, mantan pelatih Barcelona

Bersama Johan Cruyff, tim Barcelona dengan tiki-takanya berhasil meraih empat gelar La Liga, tiga gelar Supercopa de Espana serta masing-masing satu trofi Copa del Rey, UEFA Champions League, UEFA Cup Winners' Cup serta UEFA Super Cup.

Dengan sederet juara tersebut, tak heran jika Johan Cruyff disebut sebagai bapak penemu pondasi prestasi gemilang Barcelona.

Bahkan saat sang pelatih meninggalkan Barcelona, gaya main tiki-taka ini terus dikembangkan oleh pelatih El Barca selanjutnya mulai dari Louis van Gaal, Frank Rijkaard hingga Josep Guardiola.

Puncak kegemilangan tiki-taka Barcelona mungkin terasa di era Pep Guardiola pada tahun 2008 hingga 2012 silam.

Baca Juga
Baca Juga

Bermaterikan pemain-pemain sekelas Xavi Hernandez, Andrés Iniesta, Cesc Fàbregas, dan Lionel Messi, skuat Barcelona ala Pep meraih treble winner yakni La Liga, Copa del Rey serta UEFA Champions League.


1. Kemunduran Barcelona

Aksi Memphis Depay di laga Barcelona vs Granada dalam lanjutan laLiga.

Selepas era Pep Guardiola, silih berganti pelatih top dunia masuk dalam jajaran tim Barcelona.

Namun banyak dari mereka yang merubah gaya bermain Barcelona dan berimbas terhadap prestasi tim Catalan.

Bukan tanpa alasan para pelatih yang menjabat di skuat Barcelona ingin merubah gaya main tiki-taka.

Sebab, dengan memainkan taktik yang sama sejak tahun 80-an, sudah banyak tim yang akhirnya mengetahui kelemahan Barcelona. Hal tersebut bahkan diakui oleh pemain mereka sendiri.

Dalam wawancara tahun 2013 dengan La Gazzetta dello Sport, bek Barcelona Gerard Pique mengakui cara bermain El Barca jadi mudah ditebak karena terlalu bergantung pada tiki-taka.

Meski mudah ditebak, namun beberapa era kepelatihan Barcelona berhasil memodifikasi taktik umpan-umpan pendek tersebut jadi lebih dinamis serta agresif.

Khususnya pada masa jabatan Gerardo Martino dan Luis Enrique. Kedua pelatih tersebut tetap memainkan tiki-taka, namun ikut mengandalkan para fullback untuk membantu serangan.

Hasilnya, trofi Liga Spanyol, Copa Del Rey, Liga Champions hingga Piala Dunia antarklub berhasil mendarat di Camp Nou pada era dua pelatih itu.

Di musim 21/22, lagi-lagi pelatih anyar Barcelona, Ronald Koeman ingin merubah gaya main tiki-taka yang dianggap sudah ketinggalan jaman dan mudah dipatahkan tim lawan.

Meski basic formasi Ronald Koeman adalah 4-3-3, serupa dengan tim juara besutan Pep Guardiola dan Luis Enrique, namun pelatih asal Belanda itu enggan memainkan ball possession dan lebih banyak direct attack ke pertahanan lawan.

Terbukti saat pertandingan terakhir di Liga Spanyol musim ini, Barcelona catatkan 639 operan dengan 54 diantaranya adalah crossing ke gawang Granada.

Namun sayangnya, Barca hanya bisa cetak satu gol dan gagal raih kemenangan.

Melansir dari Marca, Ronald Koeman mengakui jika ia memang ogah menggunakan taktik tiki-taka di pertandingan kontra Granada kemarin.

Selain bukan gaya yang cocok buat kepelatihannya, materi pemain Barcelona saat ini juga tidak mumpuni untuk menerapkan ball possession.

"Ini memang bukan Barcelona yang delapan tahun lalu. Itulah yang terjadi,” ucap Koeman.

"Lihat daftar pemain kami. Kami lakukan yang terbaik. Kami tak punya lagi pemain-pemain dari era tiki taka. Kami harus main dengan gaya sendiri," tambahnya.

Namun sayang, niatan Ronald Koeman merubah gaya main Barcelona yang sudah paten sejak era Johan Cruyff tampaknya belum berbuah manis.

Terbukti sepanjang musim 21/22, Barcelona baru raih dua kemenangan dari lima pertandingan di semua ajang.

Lantas dengan performa yang masih belum stabil, mampukah Barcelona bangkit dan kembali berjaya bersama direct attack Ronald Koeman?

Atau malah sebaliknya, Koeman yang harus mengalah dan mundur dari skuad Barcelona musim ini.

BarcelonaLaLiga SpanyolRonald KoemanJohan CruyffLiga Spanyol

Berita Terkini