Bukan Dibangun Semalam, Kesuksesan AC Milan Buah Kejelian hingga Perjudian 3 Tahun Terakhir
FOOTBALL265.COM – Rahasia keberhasilan AC Milan dalam akhiri puasa gelar Liga Italia musim ini, mulai dari kejelian para manajemen hingga perjudian para petinggi sejak tiga tahun terakhir.
AC Milan akhirnya sukses akhiri puasa gelar juara Serie A Liga Italia yang telah mereka rasakan selama 10 musim beruntun.
Hanya butuh satu poin untuk pastikan gelar juara Liga Italia musim 21/22, AC Milan langsung turun dengan kekuatan penuh saat hadapi Sassuolo pada pekan terakhir musim ini.
Laga baru berjalan 17 menit, AC Milan mampu membuat publik stadion Mapei terdiam setelah unggul lebih dulu melalui sontekan Olivier Giroud usai memaksimalkan umpan silang Rafael Leao.
Selang beberapa menit kemudian, AC Milan sukses menggandakan kedudukan dan lagi-lagi melalui aksi Olivier Giroud yang menyarangkan bola ke sisi kanan jalan tuan rumah. Skor berubah jadi 2-0.
Usai menggandakan keunggulan, I Rossoneri menurunkan tempo permainan. Kendati begitu AC Milan malah menambah gol lewat Kessie. Skor 3-0 bertahan hingga babak pertama berakhir.
Hingga laga usai, AC Milan sukses menjaga keunggulan dan berhasil amankan kemenangan. Tambahan poin penuh membawa Rossoneri akhiri puasa gelar Liga Italia dengan perolehan 86 angka, unggul dua poin dari Inter Milan sebagai pesaing terdekat.
Jika melihat dari rekam jejak perjalanan AC Milan hingga akhirnya juara musim ini, perjuangan Rossoneri terbilang sangat berat bahkan penuh dengan kesabaran.
Tak tanggung-tanggung, AC Milan membutuhkan waktu hingga tiga musim untuk membangun skuat hingga akhirnya bisa stabil dari segala sisi hingga dan kembali rajai Serie A Liga Italia.
Lantas seperti apa perjuangan AC Milan hingga mampu kuasai Serie A? Berikut INDOSPORT coba merangkum serta mengulas.
1. 'Prinsip Ekonomi' Elliott Management
Setelah terakhir kali juara Liga Italia pada musim 2010/11, penampilan AC Milan memang terlihat seperti roller coaster yang naik turun bahkan sering terhempas dari empat besar klasemen akhir.
Usai scudetto pada musim 2010/11, AC Milan masih memperlihatkan tajinya dengan meraih gelar juara Supercoppa Italiana pada awal Serie A 2011/12.
Pada akhir kompetisi 2011/12 pun AC Milan sukses bertengger di urutan kedua dengan perolehan 80 poin, berjarak empat angka dari Juventus sebagai pemenang saat itu.
Namun sepanjang musim 2012/13 hingga 2019/20, penampilan AC Milan alami kemunduran bahkan mereka tak mampu finish di zona Liga Champions selama tujuh tahun beruntun.
Era kelam AC Milan akhirnya berakhir setelah Elliott Management Corporation mengambil alih klub dari tangan investor China, Li Yonghong, pada tahun 2018.
Setelah kedatangan Elliott Management, perlahan kondisi keuangan AC Milan mulai membaik meski secara prestasi masih belum menunjukkan tanda-tanda perkembangan positif.
Pada musim perdana era Elliott Management, AC Milan hanya bisa finish di peringkat lima klasemen akhir Serie A dan jadi runner-up Supercoppa Italiana.
'Prinsip ekonomi' begitu dipegang teguh oleh Elliott Management, di mana mereka mengeluarkan sekecil mungkin uang untuk hasil yang maksimal. Maklum, AC Milan masih terjerat sanksi Financial Fair Play.
Pelan tapi pasti, strategi Elliott Management dalam hal transfer pemain akhirnya membuahkan hasil yang positif.
Beberapa kebijakan transfer Elliott Management yang memberikan dampak antara lain merekrut pemain-pemain muda terbuang hingga datangkan bintang-bintang senior tetapi masih memiliki potensi dengan harga miring.
Pembelian-pembelian murah ala AC Milan yang sukses bantu kejayaan klub di antaranya adalah Zlatan Ibrahimovic, Pierre Kalulu hingga Olivier Giroud.
Ketiga pemain tersebut didatangkan AC Milan dengan mahar hanya 2,2 juta euro. Hampir sepuluh kali harga Inter Milan saat datangkan Denzel Dumfries awal musim ini.
Meski murah, namun ketiganya mampu berikan dampak yang luar biasa bagi penampilan AC Milan. Terutama Olivier Giroud yang cetak dua gol dan jadi pahlawan kemenangan saat hadapi Sassuolo pada pekan terakhir.
Hal ini tentunya tak terlepas dari kejeniusan seorang Paolo Maldini sebagai sporting director didampingi oleh Federic Massara. Keduanya benar-benar mampu mengambil keuntungan di kala kesempitan.
2. Keyakinan Kepada Stefano Pioli dan Pemain Muda
Tak cuma pemain, kejelian manajemen dalam memilih pelatih juga jadi faktor kuat AC Milan saat menjuarai Liga Italia musim ini.
Mendatangkan Stefano Pioli yang belum punya catatan prestasi, tetapi AC Milan berani memberikan kepercayaan untuk sang allenatore meramu skuatnya. Padahal, sebelumnya I Rossoneri begitu dekat dengan Ralf Rangnick.
Kepercayaan dan kebebasan Pioli tersebut ternyata jadi keuntungan buat Rossoneri. Terbukti, dari 136 pertandingan yang dijalani sejak 2019 silam, ada 77 kemenangan yang diraih AC Milan.
Kepiawaian Stefano Pioli memadukan para pemain muda serta bintang senior yang diboyong AC Milan secara gratis, terbukti jadi kekuatan utama tim sepanjang musim 2021/22.
Beberapa pemain muda yang sukses bersinar usai mendapat kepercayaan Stefano Pioli antara lain Rafael Leao (22 tahun), Pierre Kalulu (21), Brahim Diaz (22), hingga Daniel Maldini (20).
Walau belum genap 25 tahun, namun ketiga pemain di atas kerap jadi pilihan utama bahkan tak jarang keluar sebagai pahlawan kemenangan AC Milan.
Pierre Kalulu mungkin jadi salah satu pemain paling mentereng hasil binaan dan kepercayaan pelatih musim ini.
Didatangkan dari tim kedua Lyon seharga 1.19 juta euro, Kalulu sukses menjelma sebagai bek tangguh AC Milan dengan torehan 37 pertandingan pada semua ajang musim ini.
Usai membantu tim meraih gelar scudetto, harga pasar Pierre Kalulu pun melejit naik menjadi 17 juta euro per musim 2021/22 ini.
Tentu akan jadi keuntungan besar buat klub Liga Italia, AC Milan, andai mereka mau menjual sang pemain pada bursa transfer nanti.